Pada masa perkembangan Islam yang pesat di tanah Jawa khususnya di Cirebon yang dimotori oleh Sunan Gunung Jati pada masa itu, tidaklah heran apabila banyak orang yang ingin berguru untuk memperdalam ajaran Islam, karena mereka yakin bahwa Agama Islam merupakan tuntunan bagi umatnya baik untuk di dunia maupun di dalam kelanggengan (akhirat).
Para santri / murid yang sudah pernah berguru pada Sunan Gunung Jati merasa terpanggil untuk ikut serta dalam penyiaran agama Islam di tanah Cirebon sesuai dengan petunjuk dan amanat yang telah ditanamkan kepada seluruh para santri-santrinya selama menimba ilmu yang begitu cukup lama.
Diantaranya para santri / murid yang berguru pada Sunan Gunung Jati, Ki Kanum dan Ki Serut merupakan murid yang dapat dipercaya untuk ikut ambil bagian dalam penyiaran Agama Islam. Hingga pada suatu saat Ki Kanum dan Ki Serut mendapat tugas untuk menyiarkan Agama Islam di wilayah timur Cirebon.
Setelah mendapat tugas yang mulia dari Sunan Gunung Jati mereka mohon diri dan mohon do’a restu untuk berangkat sesuai yang telah diamanatkan oleh Sunan Gunung Jati.
Kepergian mereka dalam pengembaraannya, dilakukan dengan rasa senang hati, walaupun harus menempuh perjalanan yang cukup jauh dan melelahkan dari hari ke hari, minggu berganti minggu bahkan bulan berganti bulan, keluar hutan masuk hutan, hingga pada suatu saat ia berada di sebuah hutan belantara yang sangat subur makmur, maka disitulah mereka lalu membuat tempat untuk berteduh, semakin lama mereka berada di tempat tersebut semakin betah, karena alam yan gegitu subur juga aliran sungai / kali yang mengalir cukup jernih airnya, lalu mereka mencoba untuk totor alas (hutan) untuk dijadikan pemukiman dan ladang mereka untuk kehidupan sehari-hari.
Meninggat ladang yang mereka garap sangat subur, sehingga hasilnyapun sangat memuaskan, sehingga lama kelamaan pemukiman tersebut banyak didatangi oleh orang-orang yang ingin mencari kehidupan baru. Kedatangan orang-orang tersebut oleh Ki Kanum dan Ki serut disambut dengan rasa senang hati sambil diajarkan cara tanam pada ladang yang ia garap. Sedangkan pada waktu lama hari mereka diajarkan tentang ajaran Agama Islam hingga larut malam.
Tentu saja dengan rasa senang hati mereka belajar di segala bidang ilmu, maka Ki Kanum dan Ki Serut dianggap orang yang berjasa karena dapat memberikan ilmu pengetahuan pada orang-orang yang masih belum mengerti.
Ki Kanum merupaka orang yang sangat sakti, juga orang yang arif dan bijaksana, didalam membimbing ia sangat Jawes dan tegas, sehingga orang merasa segan kepada Ki Kanum. Di tempat tersebut kehidupannya sangat tentram ayem tak seorangpun berani mengganggunya, walau pada masa itu banyak begal / perampok, tapi tak seorangpun yang berani mengusik ketenangan yang ada dilokasi tersebut.
Diwilaya pemukiman itu terdapat kali yang bernama Kali Ciamis, di kali tersebut dengan secara tiba-tiba menjadi suatu daratan yang dapat digunakan sebagai ladang pertanian, dls.
Ladang tersebut setelah dikelolah hasilnya sangat memuaskan, sehingga mereka semakin rajin mengelolah ladang tersebut. Sedang asyik-asyiknya ia menggarap / mencangkul, tiba-tiba diketemukan sebuah alat kesenian berupa goong, kemudian benda tersebut ia rawat dengan baik, bahkan dapat dipergunaka manakala mau mengadakan musyawara dengan memukul goong tersebut musyawara yang biasa mereka pergunakan pada waktu menerima ilmu / petunjuk-petunjuk dari Ki Kanum, sehingga tempat tersebut dinamakan Sigong.
Pada waktu sore hari menjelang Ashar banyak orang-orang yang mau mandi dan mengambil air wudlu untuk sholat Ashar, kebanyakan orang yang mandi di kali Ciamis itu adalah orang yang dianggap masih mempunyai darah biru / orang agung, sehingga kali tersebsut sampai sekarang dinamakan Kali Agung.
Lama kelamaan pemukiman tersebut berkembang dengan pesat, walaupun yang ada di daerah itu satu sama lain merupakan orang pedatang, akan tetapi ia hidup rukun dan damai, berkat bimbingan dan didikan Ki Kanum yang telah ditanamkan kepada mereka. Ki Kanum dan Ki Serut semakin lanjut usianya, hingga pada suatu saat ia dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.
Untuk melanjutkan cita-cita yang menuju masyarakat mengerti tentang ajaran Islam kepada anak cucu kita kelak dikemudian hari, maka Embah Kuwu Bagong meneruskan
Embah Kuwu Bagong merasa perlu menjalin kerjasama dengan Ki Kholil Asmanudin dari Ender, untuk merintis dan mengembangkan ajaran Islam kepada anak didiknya dengan mendirikan sebuah pesanten yang diberi nama Salafiyah yang hingga sampai saat sekarang masih berkembang di Desa Singong.
Kamis, 16 September 2010
SIGONG
Posted by tempat artikel on 09.24. - No comments
0 komentar:
Posting Komentar