Featured Post 1 Title

Replace these every slide sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.Download more free blogger templates from www.premiumbloggertemplates.com.

Read More

Featured Post 2 Title

Replace these every slide sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.Download more free blogger templates from www.premiumbloggertemplates.com.

Read More

Featured Post 3 Title

Replace these every slide sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.Download more free blogger templates from www.premiumbloggertemplates.com.

Read More

Featured Post 4 Title

Replace these every slide sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.Download more free blogger templates from www.premiumbloggertemplates.com.

Read More

Featured Post 5 Title

Replace these every slide sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.Download more free blogger templates from www.premiumbloggertemplates.com.

Read More

Join The Community

Senin, 06 Desember 2010

contoh; MAKALAH PENGEMBANGAN BAHAN AJAR

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Dalam kegiatan belajar mengajar, sebenarnya berada pada kondisi yang unik, sebab secara sengaja atau tidak sengaja masing-masing pihak berada dalam suasana belajar. Jadi guru walaupun dikatakan pengajar sebenarnya tidak langsung juga melakkan belajar.

Guru dalam menjalankan proses pembelajaran dibutuhkan suatu bahan ajar karena digunakan untuk membantu guru dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Dan dari proses belajar mengajar ini akan diperoleh suatu hasil yang pada umumnya disebut hasil pengajaran.

1.2Tujuan Penulisan
oUntuk memenuhi tugas mata kuliah yang bersangkutan.
oUntuk melatih penulis dalam pengembangan pola piker.
oUntuk lebih memahami dan mengenal proses pembuatan makalah.



BAB II
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR

2.1Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan ajar yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bias berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis.
Mengapa guru perlu mengembangkan bahan ajar?
Guru harus memiliki atau menggunakan bahan ajar sesuai dengan :
-Kurikulum
-Karakteristik saran
-Tuntutan pemecahan masalah.

2.2Tujuan dan Manfaat Penyusunan Bahan Ajar
Bahan ajar disusun dengan tujuan
1.Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan pesrta didik, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan social peserta didik.
2.Mambantu peserta didik dalam memperoleh alternative bahan ajar disamping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh.

2.3Manfaat Bagi Guru dan Pesetra Didik
a.Manfaat bagi guru.
1.Diperoleh bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik.
2.Tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk dipeoleh.
3.Memperkaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi.
4.Menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis bahan ajar.
5.Membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dan peserta didik karena peserta didik akan merasa lebih percaya kepada gurunya.
6.Menambah angka kredit jika dikumpulkan dan diterbitkan.

b.Manfaat bagi peserta didik.
1.Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.
2. Kesempatan untuk belajar secara lebih mandiri dan mengurangi ketrgantungan terhadap kehadiran guru.
3. Menadapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus dikuasainya.

2.4Prinsip Pengembangan
1.Mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang konkret untuk memahami yang abstrak.
2.Pengulangan dan memperkuat pemahaman
3.Umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap pemahaman peserta didik.
4.Motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu kebrhasilan belajar.
5.Mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demis setahap akhirnya akan mencapai ketinggiantertentu.
6.Mengetahui hasil yang telah dicapai akan mendorong peserta didik untuk terus mencapai tujuan.

2.5Jenis Bahan Ajar
1.Bahan ajar pandang (visual) yang terdiri atas bahan cetak (printed) seperti antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, dan non cetak (non printed), seperti model/market.
2.Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio.
3.Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video campact disk, filem.
4.Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material). Seperti CAI (Computer Assistented Instruction), Copack Disk (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis we (Web based learning materials).

2.6Teknik Penyusunan Bahan Ajar
Analisis kebutuhan bahan ajar
1.Analisis SK-KD indicator.
2.Analisis sumber belajar.
3.Pemilihan dan Penentuan Bahan Ajar.

2.7Penyusunan Bahan Ajar Cetak memperhatikan
1.Susunan tampilan
2.Analisis sumber belajar
3.Pemilihan dan Penentuan Bahan Ajar
Sumber ; Bintek KTSP 2009

2.8Cakupan Bahan Ajar
1.Judul MP, Sk, KD, Indikator, tempat.
2.Petunjuk belajar
3.Tujuan yang akan dicapai
4.Informasi pendukung
5.Latihan-latihan
6.Petujuk kerja
7.Penilaian

2.9Contoh Bahan Ajar
1.Problem solving matematika SMP
Kajian : Goemetri daftar kelas VIII
Problem solving SD/MI sesuai standar kompetensi CSK dan kompetensi dasar (KD) di kelas VI
-Problem solving SD/MI : Bilangan
-Problem solving SD/MI : Geometri

2.Contoh PTK IPS SD kels V
Penelitian tindakan kelas (PTK) bahan ajar SD isi CD berupa contoh-contoh PTK sebagai berikut… (semua dalam 1 CD).



BAB III
ALUR ANALISIS PENYUSUNAN BAHAN AJAR

3.1Kompetensi Dasar, Indikator, Standar Kompetensi, dan kegitana pembelajaran materi
1.1Mendengarkan
Memahami wacana transaksional dan interpersonal ringan dan/atau monolog lisan terutama berkenaan dengan wacana bentuk report.
Mengidentifikasi kelompok kata sifat.
…… Linnya
Teks berbentuk report.
Adjective pharase.
LKS
Modul
Dll
1. Berkomunikasi lisan dan tertulis menggunakan ragam bahasa yang sesuai dengan lancer dan akurat dalam wacana interaksional dan/atau monolog terutama berkenaan



BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan
Teori belajar yang dianut guru dalam implementasi proses belajar akan mempengaruhi bahan yang dipelajari, proses yang dilaksanakan dan hasil yang diinginkan. Proses belajar sangat dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi belajar yang digunakan dalam belajar. Prses pembelajaran yang dituntut kurikulum saat ini adalah proses pembelajaran yang dapat mengoptimalkan seluruh aktifitas siswa berdasarkan potensi yang dimilikinya.
Untuk menunjang proses pembelajaran, bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru untuk perencanaan pembelajaran. Bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga memungkinkan siswa untuk belajar. Bentuk bahan ajar yang digunakan bahan ajar cetak, Audio Visual, multimedia, audio dan visual.

B.Saran
Guru harus senantiasa menjadi pembimbing dan pelatih yang baik bagi para mahasiswa serta guru harus selalu mempertimbangkan berapa banyak dari yang diajarkan itu masih diingat kelak oleh subjek belajar.

Jumat, 03 Desember 2010

artikel geografi; ANTROPOSFER

Antroposfer adalah lapisan manusia yang merupakan tema sentral diantara sfera-ftera. Karena kajian geografi merupakan tema sentral, maka kajian geografis sering disebut antroposentris. Pengertian yang diperkenalkan oleh Eratosthenes, geografi merupakan ilmu yang mendeskripsikan manusia denganlingkungan alam di wilayah-wilayah tertentu berdasarkan data dan informasi yangdiperoleh.

Pengkajian geografi berkaitan dengan aspek alam tentang tempat terjadinya gejala dan aspek manusia penghuni alam tersebut. Karl Ritter menyatakan bahwa geografi mempelajari bumi sebagai tempat tinggal manusia. Pengertian tersebut sudah termasuk aktivitas manusia untuk mempertahankan hidupnya, juga dianalisis penyebarannya, perkembangan, hubungan dan interaksinya secara keruangan.

SUMBER DAYA MANUSIA
SDM seluruh kemampuan atau potensi penduduk yang berada di dalam suatu wilayah tertentu beserta karakteristik atau ciri demografis, sosial maupun ekonominya yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan. Jadi membahas sumber daya manusia berarti membahas penduduk dengan segala potensi atau kemampuannya

POTENSI MANUSIA
Potensi manusia menyangkut 2 aspek, yaitu :
1.Kualitas Manusia
2.Kuantitas Manusia
Kualitas manusia dapat dilihat dari :
1.Tingkat dan jenis pendidikan
2.Kesehatan
3.Kemauan yang kuat untuk melakukan kerja
Jumlah penduduk adalah banyaknya individu Manusia yang menempati suatu wilayah atau negara pada suatu waktu. Untuk mengetahui jumlah penduduk di suatu negara dapat dilakukan dengan :
1.Sensus penduduk
2.Registrasi penduduk
3.Survey

SENSUS PENDUDUK
Sensus berasal dari bahasa Latin yaitu cencus yang berarti penaksiran harta benda seorang warga negara dan pencatatan nama warga negara.

Sensus penduduk adalah keseluruhan proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan, dan publikasi data demografi untuk seluruh penduduk di suatu negara pada periode tertentu

PERBEDAAN SENSUS PENDUDUK DENGAN PENGUMPULAN DATA LAIN
1.Perhitungan semua orang yang tinggal di wilayah sensus
2.Pelaksanaan sensus pada waktu yang telah ditentukan dan serentak di seluruh wilayah
3.Cakupan ruang lingkup sensus meliputi batas wilayah tertentu
4.Pelaksanaan sensus adalah perhitungan perorangan
5.Penerbitan hasil sensus

JENIS-JENIS SENSUS PENDUDUK
Sensus di Indonesia dilaksanakan dengan
metode :
1.Canvasser
2.House Holder
Teknik melaksanakan sensus penduduk :
1.De facto
2.De jure

SURVEI PENDUDUK
Survey penduduk yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk melakukan penelitian dan menyediakan data statistik kependudukan pada waktu dan tempat tertentu. Survey yang dilakukan

meliputi survey ekonomi nasional, survey angkatan kerja nasional dan survey penduduk antar sensus (SUPAS)

REGISTRASI PENDUDUK
Registrasi yaitu proses kegiatan pemerintah yang meliputi pencatatan kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian, perubahan tempat tinggal dan perubahan pekerjaan secara rutin. Pencatatan ini terutama dilakukan di tingkat pemerintah terendah yaitu kelurahan

PERBANDINGAN JUMLAH PENDUDUK

•Menurut World Population Data Sheet 1999 jumlah penduduk yang ada di muka bumi pada tahun 1999 adalah 5.982.000.000 jiwa.
•Dari tabel di atas bila Anda jumlah penduduk 5 negara yaitu RRC, India, Amerika Serikat, Indonesia dan Brazil maka jumlahnya 2.890.800 jiwa. Jumlah tersebut berarti lebih dari setengah (50%) penduduk dunia.
•Coba Anda renungkan! Setengah dari seluruh penduduk dunia bertempat tinggal hanya di lima negara, sedangkan sisanya tersebar lebih dari 180 negara lainnya.

PERTUMBUHAN PENDUDUK
Jumlah penduduk mengalami perkembangan yang dinamis, hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : kelahiran (fertilitas/natalitas), kematian (mortalitas), dan perpindahan penduduk (migrasi).

Faktor kelahiran dan penduduk yang datang (imigrasi) akan menambah jumlah, sedangkan kematian dan penduduk yang keluar (emigrasi) akan mengurangi jumlah penduduk.

Untuk menghitung pertambahan penduduk digunakan rumus :
P = (L-M) + (I-E)
P: pertambahan penduduk
L: jumlah kelahiran dalam 1 tahun
M: jumlah kematian dalam 1 tahun
I: jumlah penduduk yang masuk (imigrasi)
E: jumlah penduduk yang keluar (emigrasi)

Pertambahan penduduk alami atau natural increase artinya pertambahan penduduk yang dihitung dari selisih antara kelahiran dan kematian Yaitu selisih jumlah kelahiran dan kematian, dengan rumus :
PA = (L – M)
PA : pertumbuhan penduduk alami
L : jumlah kelahiran dalam 1 tahun
M : jumlah kematian dalam 1 tahun
Pertambahan Migrasi (Net Migration) artinya pertambahan penduduk yang dihitung dari selisih antara jumlah penduduk yang masuk dengan penduduk yang keluar
Rumus untuk menghitung pertambahan migrasi :
PM = I – E
PM : pertambahan migrasi
I : jumlah penduduk yang masuk (emigrasi) dalam 1 tahun
E : jumlah penduduk yang keluar (emigrasi) dalam 1 tahun

Penduduk suatu negara pada pertengahan tahun 1999 berjumlah 24.500.000 jiwa. Pada tahun tersebut terdapat kelahiran 1.300.000 jiwa dan kematian 700.000 jiwa. Migrasi masuk 20.000 jiwa dan migrasi keluar 15.000 jiwa. Dari data tersebut hitunglah!
a. pertumbuhan penduduk alami
b. pertumbuhan penduduk migrasi
c. pertumbuhan penduduk total (sosial)
d. pertambahan alami


Perkembangan Penduduk Dunia

Periode Pertumbuhan Penduduk
Periode I
Pada periode ini pertumbuhan penduduk berjalan dengan lambat yang ditandai dengan adanya tingkat kelahiran dan kematian yang rendah sehingga disebut periode statis.
Periode II
Tahap kedua ini angka kematian mulai turun karena adanya perbaikan gizi makanan dan kesehatan. Akibat dari itu semua pertumbuhan penduduk menjadi cepat mengingat angka kelahiran yang masih tinggi.
Periode III
Periode ini ditandai dengan tingkat pertumbuhan penduduk mulai turun. Tingkat kematian pada periode ini stabil sampai pada tingkat rendah dan angka kelahiran menurun, penyebabnya antara lain adanya pembatasan jumlah anggota keluarga.
Periode IV
Pada masa ini tingkat kematian stabil, tetapi tingkat kelahiran menurun secara perlahan sehingga pertumbuhan penduduk rendah.
Periode ini di sebut periode penduduk stasioner.

Natalitas atau sering disebut angka kelahiran, faktor-faktor pendukungnya (pro natalitas) seperti :
1.Anggapan banyak anak banyak rezeki
2.Kawin usia muda
3.Rendahnya tingkat kesehatan.
4.Anak adalah harapan orang tua
5.Anak menjadi kebanggaan orang tua
6.Anak laki-laki dianggap penerus keturunan

Faktor faktor penghambat kelahiran (anti natalitas) seperti :
1.Keinginan punya anak dalam jumlah kecil
2.Penundaan usia kawin
3.Waktu retaknya hubungan suami isteri
4.Perasaan wanita yang terbatas ruang geraknya jika mempunyai jumlah anak banyak
5.Tingat keberhasilan KB
6.Adanya UU Perkawinan (UU No. 1 Th 1974)

Faktor faktor penunjang tingginya natalitas:
1.Kepercayaan dan agama
2.Tingkat pendidikan
3.Kondisi perekonomian
4.Kebijakan pemerintah
5Adat istiadat di masyarakat
6.Kematian dan kesehatan
7.Struktur penduduk

Kamis, 02 Desember 2010

contoh makalah; TRADISI SUKU SAWANG

BAB I
PEMBAHASAN

1.1Latar Belakang
Kita sebagai warga Negara harus mengetahui bahwa di Negara Indonesia ini, terdapat berbagai macam suku-suku yang tersebar diseluruh penjuru Indonesia dan banyak adat istiadat yang berbeda-beda dari suku satu dan yang lainnya. Bisa juga dilihat dari kebiasaan hidup mereka dari tempat tinggal dan cara mencari nafkahnya.
Oleh karena itu, dengan latar belakang uraian di atas, saya ingin mengkaji lebih lanjut tentang kebiasaan atau tradisi dari salah satu suku di Indonesia, lebih khususnya lagi mengenai kebiasaan atau tradisi dari suku Sawang.

1.2Maksud dan Tujuan
1.Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Konsep Dasar IPS”.
2.Mengetahui tentang kebiasaan atau tradisi yang sudah berlangsung lama dalam kehidupan suku sawang.

1.3Rumusan Masalah
1.Apa yang dimaksud dengan suku sawang?
2.Bagaimana proses dari tradisi upacara Buang Jong yang bisa memakan waktu yang sangat lama.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1Tradisi Suku Sawang
Suku Sawang…ya..suku sawang merupakan suku yang mendiami Kepulauan Bangka-Belitung. Komunitas suku sawang ini tergolong unik dari suku-suku yang lain di Indonesia, suku sawang lebih memilih tinggal di laut atau di pinggir pantai dahulu mereka dalam kesehariannya tinggal di dalam perahu. Kehidupan mereka yang telah mendiami di Kepualauan Bangka-Belitung memilliki karifan lokal yang kental dan hingga saat ini Suku Sawang masih eksis di daerah Bangka Selatan, Belitung dan Belitung Timur.

Tradisi Suku Sawang yang hingga saat ini masih dilangsungkan yaitu Tradisi “Buang Jung”. Buang Jung adalah tradisi dimana komunitas Suku Sawang membuat miniatur perahu yang nantinya akan dilarungkan ke laut lepas bersama beraneka kue yang dibuat oleh suku tersebut. Miniatur perahu yang terbuat dari kayu jeruk antu berisi beberapa kue serta sesaji yang berbentuk seperti ketupat dan ada juga makanan yang dibungkus dengan dedaunan mirip dengan kue lemper. Setelah acara Buang Jung maka selama 3 (tiga) hari, mereka tidak boleh/dilarang untuk ke laut ini merupakan pantangan adat Suku Sawang. Buang Jung ini merupakan acara puncak untuk mengakhiri acara-acara yang telah digelar selama sepekan serta salah satu bentuk rasa syukur mereka kepada Sang Pencipta dan sekaligus memohon perlindungan lahir dan bathin ketika mereka sedang melaut untuk mencari nafkah.

Ada beberapa rangkaian acara yang digelar sebelum acara Buang Jung ini berlangsung seperti acara permainan Tunjang Angin. Permainan ini dilakukan oleh seorang pria yang menari dengan meliuk-liuk diatas dua tiang setinggi 5 meter tetapi sebelum ia melakukan atraksi ini pastinya sudah diberi mantra-mantra dari tetua adat setempat. Setelah ia diberi mantra maka dalam diri si penari akan kesurupan sehingga ia akan menari mengikuti irama tabuhan suara gendang yang ditabuhkan oleh para tetua adat. Tari Gajah Manunggang adalah bentuk tarian yang dimainkan oleh muda-mudi setempat dengan gerakan-gerakan seperti orang mengayuh sampan yang gerakannya mengikuti irama tabuhan gendang yang dimainkan oleh 3 (tiga) orang tetua adat. Gerakan tarian gajah manunggang ini mencerminkan bahwa dahulu kehidupan Suku Sawang berada di perahu dan selalu melaut untuk mencari makan dan nafkarh mereka.

2.2Asal Mula Tradisi Buang Jong
Buang Jong merupakan salah satu upacara tradisional yang secara turun-temurun dilakukan oleh masyarakat suku Sawang di Pulau Belitung. Suku Sawang adalah suku pelaut yang dulunya selama ratusan tahun menetap di lautan, baru pada tahun 1985 suku Sawang menetap di daratan dan hanya pergi ke laut apabila ingin mencari hasil laut. Buang Jong dapat berarti membuang atau melepaskan perahu kecil (Jong) yang didalamnya berisi sesajian dan ancak (replika kerangka rumah-rumahan yang melambangkan tempat tinggal).

Tradisi Buang Jong biasanya dilakukan menjelang angin musim barat berhembus, yaitu antara bulan Agustus-November. Pada bulan-bulan tersebut, angin dan ombak laut sangat ganas dan mengerikan. Gejala alam ini seakan mengingatkan masyaraka suku Sawang bahwa sudah waktunya untuk mengadakan persembahan kepada penguasa laut melalui upacara Buang Jong. Upacara ini sendiri bertujuan untuk memohon perlindungan agar terhindar dari bencana yang mungkin dapat menimpa mereka pada saat berlayar ke laut untuk mencari ikan. Upacara Buang Jong ini dapat memakan waktu hingga dua hari dua malam.

Buang Jong dimulai dengan menggelar Berasik, yaitu prosesi mengundang mahluk halus melalui pembacaan doa, yang dipimpin oleh pemuka adat suku Sawang, Pada saat prosesi Berasik berlangsung, akan tampak gejala perubahan alam, seperti angin yang bertiup kencang ataupun gelombang laut yang tiba-tiba begitu deras.

Usai ritual Berasik, upacara Buang Jong dilanjutkan dengan Tarian Ancak yang dilakukan di hutan. Pada tarian ini, seorang pemuda akan mengoyang-goyangkan replika kerangka rumah yang telah dihiasi dengan daun kelapa keempat arah mata angin. Tarian yang diiringi dengan suara gendang berpadu gong ini, dimaksudkan untuk mengundang para roh halus, terutama roh para penguasa lautan untuk ikiut bergabung dalam ritual Buang Jong ini. Tarian Ancak berakhir ketika si penari kesurupan dan memanjat tiang tinggi yang disebut Jitun.

Selain menampikan Tarian Ancak, masih ada tarian lain yang juga ditampilkan dalam upacara Buang Jong yaitu Tarian Sambang Tari. Tarian yang dimainkan oleh sekelompok pria ini, diambil dari nama burung yang biasa menunjukan lokasi tempat banyaknya ikan buruan bagi para nelayan di laut. Ketika nelayan kehilangan arah, burung inilah yang menunjukan jalaan pulang untuk para nelayan. Upacara Buang Jong kemudian dilanjutkan dengan ritual

Numbak Duyung, yaitu mengikat tali pada sebuah pangkal tombak sambil membaca mantra. Mata tombak yang sudah dimantrai ini sangat tajam, sehingga konon katanya dapat digunakan untuk membunuh ikan duyung. Ritual kemudian dilanjutkan dengan memancing ikan di laut. Konon bila ikan yang di dapat banyak maka orang yang mendapat ikan tersebut tidak diperbolehkan untuk mencuci tangan di laut. Setelah itu upacara Buang Jong dilanjutkan dengan acara jual-beli Jong. Pada acara ini orang darat (penduduk sekitar perkampungan Suku Sawang) juga dilibatkan. Jual-beli disini bukan menggunakan uang tetapi pertukaran barang antara orang darat dengan orang laut. Pada acara ini, dapat terlihat bagaimana orang darat dan orang laut saling mendukung dan menjalin kerukunan. Dengan perantara dukun, orang darat meminta orang laut mendapat banyak rejeki, sementara orang laut meminta agar tidak dimusuhi pada saat berada di darat. Acara ini kemudian dilanjutkan dengan Beluncong, yaitu menyanyikan lagu-lagu khas Suku Sawang dengan bantuan alat musik sederhana. Usai Beluncong, acara disambumg dengan Nyalui, yaitu acara untuk mengenang arwah orang-orang yang sudah meninggal.




BAB III
PENUTUP

3.1Kesimpulan
1.Suku Sawang merupakan suku yang mendiami kepulauan Bangka Belitung dan masih eksis di daerah Bangka Selatan.
2.Komunitas suku sawang ini tergolong unik dari suku-suku yang lain di Indonesia, karena mereka lebih memilih tinggal di laut atau dipinggir pantai, dahulu mereka dalam keseharianya tinggal di dalam perahu.
3.Suku sawang adalah suku pelaut yang dulunya selama ratusan tahun menetap di lautan, baru pada tahun 1985 suku sawang menetap di daratan dan hanya pergi ke laut apabila ingin mencari hasil laut.
4.Ada tradisi yang bisa memakan waktu hingga dua hari dua malam, yaitu upacara Buang jong.
5.Prosesi upacara Buang Jong melalui berbagai upacara dari Bacatik, Tarian Ancak, Tarian Sambang Tari, dilanjutkan dengan ritual Numpak Duyung, Baluncang, dan Acara Nyaui diakhiri dengan acara puncak melepaskan sesajian dalam sebuah perahu kecil.

3.2Saran
Setelah mengetahui uraian-uraian diatas, sebaiknya kita sebagai warga Negara yang baik dan sebagai mahluk ciptaan Allah SWT yang mulia, kita harus bisa menjaga dan melestarikan berbagai tradisi yang ada di Suku Sawang yang semakin terkikis dimakan jaman dan banyaknya pengaruh moderenisasi dan budaya-budaya barat yang masuk di negeri kita.

contoh mkalah : MAKALAH PENGEMBANGAN PESERTA DIDIK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pembuatan makalah ini didasarkan karena adanya mata kuliah pengembangan peserta didik yang mengharuskan setiap mahasiswa program study PGSD untuk dapat membuat makalah.

B.Rumusan Masalah
1.Apakah yang dimaksud dengan pertumbuhan dan perkembangan?
2.Apakah yang dimaksud dengan Anak adalah Totalitas?
3.Apakah yang dimaksud dengan Perkembangan sebagai proses holistic?
4.Apakah yang dimaksud dengan Kematangan dan Pengalaman ?
5.Apakah yang dimaksud dengan Kotinuitas dan Diskontinuitis dalam perkembangan?
6.Bagaimana perkembangan Biologis dan Perseptual Anak?

C.Tujuan
1.Mengetahui apa yang dimaksud dengan Pertumbuhan dan Perkembangan
2.Mengetahui apa yang dimaksud dengan anak adalah totalitas
3.Mengetahui apa yang dimaksud dengan Perkembangan sebagai Proses Holistic
4.Mengetahui arti Kematangan dan Pengalaman
5.Mengetahui arti Kontuitas dan Diskontinuitas perkembengan Anak
6.Mengetahui Perkembangan Biologis dan Perseptual Anak


BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

A.Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan diartikan sebagai perubahan alamiah secara kuantitatif pada segi jasmani atau fisik dan menunjukan kepada fungsi yang baru (yang tadinya belum Nampak) dari invidu. Konsep pertumbuhan mempunyai makna luas, mencakup segi-segi kuantitatif dan kualitatif serta aspek-aspek fisik-fisik seperti yang terkandung dalam istilah-istilah pertumbuhan, kematangan dan belajar. Belajar menunjukan kepada pola-pola prilaku dan aspek-aspek kepribadian tertentu sebagai hasil usaha individu yang bersangkutan dalam batas-batas waktu setelah tiba masa pekanya.
Dengan demikian dapat dibedakan bahwa perubahan-perubahan perilaku dan pribadi sebagai hasil belajar itu berlangsung internasional atau sengaja diusahakan oleh individu yang bersangkutan, sedangkan perubahan dalam arti pertumbuhan dan kematangan berlangsung secara alamiah menurut jalannya pertumbuhan waktu atau usia yang ditempuh oleh yang bersangkutan. Pertumbuhan terbatas pada pertumbuhan perubahan yang bersifat avolusi (menuju kearah yang lebih sempurna). Perubahan-perubahan aspek fisik dapat diidentifikasikan relatif lebih mudah manifestasinya karena dapat dilakukan pengamatan langsung seperti tinggi dan berat badan, tanggal dan tumbuhnya gigi dan sebagiannya. Lain halnya dengan segi-segi psikis yang relatif sulit didentifikasi karena kita hanya mengamati dan sampai tertentu.

B. Anak sebagai suatu Toralitas
Konsep anak sebagai suatu totalitas mengandung tiga macam pengertian, yaitu :
1.Anak adalah makhluk hidup yang merupakan suatu kesatuan dari keseluruhan aspek yang terdapat dalam dirinya. Sebagai suatu totalitas, anak dipandang sebagai makhluk hidup yang utuh, yakni sebagai suatu kesatuan dari keseluruhan aspek fisik dan psikis yang terdapat dalam dirinya. Keseluruhan aspek fisik dan psikis anak tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena itu anak dipandang sebagai suatu individu. Dalam hal ini kita tidak akan memandang anak sebagai kumpulan organ-organ misalnya ada kepala, kaki, tangan, dan bagian tubuh yang terpisah satu sama lain.
2. Keseluruhan aspek anak saling terjalin satu sama lain keseluruhan aspek tersebut secara terintegrasi saling terjalin dan memberikan dukungan satu sama lain. Contoh anak yang dimarahi orang tuanya bisa tidak berselera makan, tidak nafsu makan, dll. Contoh tersebut mengilustrasikan adanya keterkaitan dan perpaduan dalam proses kehidupan dan aktivitas anak. Reaksi-reaksi psikis anak selalu disertai dengan reaksi fisiknya, begitupun pula sebaliknya.
3. Anak berbeda dari orang dewasa bukan sekedar fisik tetapi secara keseluruhan. Anak bukan miniature orang dewasa, tetapi adalah anak yang dalam keseluruhan aspek dirinya bisa berbeda dengan orang dewasa, baik dalam segi fisik, cara berfikir, rasionalitas, daya pikir maupun pola fikirnya. Jadi jangan memaksa anak sesuai dengan yang kita inginkan karena anak itu juga mempunyai dunianya sendiri. Biarkan mereka menjadi diri sendiri, suatu saat dengan kematangan dan pengalaman mereka akan menjadi dewasa.

C.Perkembangan sebagai proses Holistik dari aspek Biologis, Kognitif, dan Psikososial.

Sesuai dengan konsep anak sebagai suatu totalitas atau sebagai individu. Perkembangan juga merupakan suatu proses yang sifatnya menyeluruh (Holistik). Artinya perkembangan terjadi tidak hanya dalam aspek tertentu, melainkan melibatkan keseluruhan aspek yang saling terjalin satu sama lian. Secara garis besar, proses perkembangan individu dapat dikelompokan kedalam 3 domain, yaitu :

1.Proses Biologis
Proses biologis atau perkembangan fisk mencakup perubahan dalam tubuh individu seperti pertumbuhan otak, otot, sistem syaraf, struktur tulang, hormon, organ-organ indrawi, & sejenisnya. Perubahan dalam cara menggunakan tubuh atau keterampilan motorik dan perkembangan seksual juga dikelompokan kedalam domain ini. Tetapi domain perkembangan ini tidak mencakup perubahan fisik karena kecelekaan sakit atau peristiwa-peristiwa khusus lainnya.

2.Proses Konitif
Proses ini melibatkan perubahan-perubahan dalam kemampuan dan pola berfikir. Kemahiran bahasa dan cara individu memperoleh pengetahuan dari lingkungannya. Aktifitas-aktifitas seperti mengamati dan mengklafisikasikan benda-benda menyatukan beberapa kata menjadi satu kalimat. Soal-soal matematika, dan menceritakan pengalaman merefleksikan peran kognitif dalam perkembengan anak.

3.Proses Psikososial
Proses ini melibatkan perubahan-perubahan dalam aspek perasaan. Emosi dan kepribadian individu serta cara yang bersangkutan berhubungan dengan orang lain. Misalnya saja jika seorang qanak mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasa dikarenakan tidak adanya kata-kata yang dapat masuk dan dicerna otaknya.

D.Kematangan dan Pengalaman dalam Perkembangan
Anak kematangan atau masa peke ditunjukan kepada suatu masa tertentu yang merupakan titik kulminasi dari suatu fase pertumbuhan sebagai titk tolak kesepian (readiness) dari suatu fungsi (psikofisis) untuk menjalankan fungsinya : Pengalaman adalah peristiwa-peristiwa yang dialami individu dalam interaksi dengan lingkungan. Kematangan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain pengalaman, pola asuh dan kesempatan yang diberikan. Secara usia anak yang berusia 7 tahun harusnya memiliki pengalaman yang lebih banyak, dibandingkan usia 6 tahun. Namun pengalaman terjadi berbeda ketika pola asuh yang diberikan berbeda.



E.Kontinuitas dan Diskontinuitas
Dalam perkembangan-perkembangan dari segi kesinambungan menjelaskan bahwa perkembangan merupakan perubahan kumulatif yang berlangsung secara bertahap dari masa konsepsi hingga meninggal dunia. Perkembangan adalah perubahan yang sifatnya bertahap dan merupakan akumulasi dari perilaku dan kualitas pribadi yang sama sudah diperoleh sebelumnya.
Dalam proses perkembangan ini terjadi penambahan maupun pengurangan keterampilan yang akan dikombinasikan dengan keterampilan yang sudah ada untuk menghasilkan perilaku yang semakin kompleks. Sedangkan dari segi ketidaksinambungan menganggap bahwa perkembangan individu melibatkan tahapan-tahapan yang berbeda. Dalam hal ini perkembangan individu dianggap berlangsung melalui terjadinya perubahan yang relatif tiba-tiba dari suatu tahap ke tahap berikutnya.

F.Perkembangan Biologis dan Perseptual Anak
1.Perkembangan Fisik
a.Tinggi dan Berat Badan
Pertumbuhan fisik pada usia SD cinderung lebih lambat dan relitif konsisten. Laju perkembangan seperti ini berlangsung sampai terjadinya perubahan-perubahan besar pada awal masa pubertas. Kaki anak lazimnya menjadi lebih panjang dan tubuhnya lebih kurus.

Masa dan kekuatan otak anak secara bertahap terus meningkat disaat semakin menurunnya kadar lemak bayi. Selama usia SD ini, kekuatan fisik anak lazimnya meningkat dua kali lipat. Gerakan-gerakan lepas pada masa sebelumnya sangat membantu pertumbuhan otot ini

b.Proses dan Bentuk Tubuh
Anak SD kelas awal umumnya masih memiliki Propesi tubuh yang kurang seimbang. Kekurang seimbanganan ini sedikit demi sedikit berkurang sampai terlihat perbedaannya ketika anak mencapai kelas akhir SD, lazimnya Proporsi tubuh anak sudah mendekat keseimbangan. Berdasarkan tipologi Sheldon ada tiga kemungkinan bentuk Primer tubuh tersebut adalah :
-Endomorph, yakni yang akan tampak dari luar berbentuk gemuk dan berbadan besar.
-Mesomorph, yakni yang kelihatannya kokoh, kuat, dan ;lebih kekar.
-Ectomorph, yakni yang tampak jangkung, dada pipih, lemak & seperti tidak berotot.
2.Perkembangan Perseptual
Persepsi adalah intersepsi terhadap informasi yang ditangkap oleh indra penerima. Persepsi merupakan proses pengolahan informasi lebih lanjut dari aktifitas sensi.
a.Persepsi Visual
Adalah persepsi yang didasarkan pada penglihatan dan sangat mengutamakan peran indra penglihatan dalam proses perseptualnya. Ada enam jenis Persepsi Visual yang dapat dibedakan yakni :


1.Persepsi Konstanitas Ukuran
Adalah kemampuan individu untuk mengenenal bahwa setiap objek memiliki suatu ukuran konstan meskipun jaraknya berbeda. Contohnya anak mampu mempersiapkan bahwa jalan dipegunungan itu sama lebarnya tetapi ketika digambar semakin jauh semakin kecil. Anak yang sudah mengerti tentang konsep ini akan menjawab bahwa ini berkaitan dengan jarak, tetapi yang belum mengerti mereka akan menjawab dengan sekenanya “ Emang dari dulu gambarnya gitu bu !”
2.Persepsi Objek Gambar Pokok dan Latar
Persepsi ini memungkinkan individu untuk menempatkan suatu objek yang berbeda atau tersimpan pada suatu latar yang membingungkan.
Kemampuan ini akan terlihat dalam gambar anak misalnya kemampuan anak dalam menggambar ganbar yang tertutup gambar lain.
3.Persepsi Keseluruhan dan Bagian
Merupakan kemampuan untuk membedakan bagian-bagian suatu objek atau gambar dari keseluruhannya.
4.Persepsi Kedalaman
Kemampuan seseorang untuk mengukur jarak dari posisi tubuh ke suatu objek. Persepsi ini memerlukan ketajaman visual yang baik.
5.Persepsi Tilikan Ruang
Merupakan kemampuan penglihatan untuk mengindetifikasi, mengenal dan mengukur dimensi.

6.Persepsi Gerakan
Melibatkan kemampuan memperkirakan dan mengikuti gerakan atau perpindahan suatu objek oleh mata. Kemampuan persepsi ini juga sudah mulai dikembangkan sejak terhadap gerakan horizontal, disusul terhadap gerakan vertikal, gerakan diogontal, dan terakhir terhadap gerakan berputar.

b.Persepsi Pendengeran
Persepsi perdagangan merupakan pengamatan dan penilaian terhadap suara yang diterima oleh bagian telinga, seperti halnya persepsi penglihatan. Perkembangan persepsi pendengaran mencakup beberapa dimensi, yaitu : persepsi lokasi pendengaran, persepsi perbedaan, terhadap suara-suara yang mirip dan persepsi pendengaran pokok dan latarnya.
1)Persepsi lokasi pendengaran
Persepsi ini berkenan dengan kemampuan mendeteksi tempat munculnya suatu sumber suara. Mislnya, kalau sianak dipanggil dari sebelah kiri, maka ia akan menengok kesekbelah kiri, kalau pada langit ada suara yang menakutkan, maka ia akan memusatkan perhatiannya kearah sumber suara tersebut.
2) Persepsi Perbedaan
3)Persepsi Pendekatan Utama dan Latarnya
Kemampuan untuk memperhatikan suara-suara tertentu dengan mengabaikan suara-suara lain yang tidak berhubungan. Misalnya kita perlu mendengarkan suara guru yang sedang mengajar sambil mengabaikan suara-suara gaduh yang datang dari luar kelas.



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.KESIMPULAN
Manusia senantiasa mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat dalam waktu perjalanan tertentu.

Pertumbuhan fisik dipengaruhi beberapa faktor diantaranya faktor nutrisi yang telah terasa pengaruhnya sejak bayi lahir dan sesudah lahir, eaktor perawatan yang menyangkut perawatan fisik maupun psikis seperti kasih sayang atau cinta kasih.
Perkembangan merupakan proses perubahan dala pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungus kematangan dan iteraksi dengan lingkungannya. Dengan kata lain perkembangan merupakan perubahan fungsional yang dipengaruhi oleh pencapaian timgkat kematangan fisik.

Proses pertumbuhan ditandai oleh perubahan menuju kesempurnaan struktur dan bentuk tubuh secara ideal. Perubahan-perubahan ynag dimaksud dapat berbentuk perubahan ukuran dan perbandingan, penggantian hal-hal yang lama dan memperoleh yang baru untuk lebih dapat menjalankan fungsinya dengan baik secara keseluruhan akan menentukan perbandingan ideal tentang struktur tubuh manusia.

B.SARAN
1.Pengajar harus senantiasa menjadi pembimbing dan pelatih yang baik bagi para mahasiswa.
2Pengajar harus selalu mempertimbangkan beberapa banyak dari yang diajarkan itu masih diingat kelak oleh subjek belajar.
3.Pengajar seharusnya menyadari bahwa belajar adalah ingin “mengerti“.

Kamis, 16 September 2010

SIGONG

Pada masa perkembangan Islam yang pesat di tanah Jawa khususnya di Cirebon yang dimotori oleh Sunan Gunung Jati pada masa itu, tidaklah heran apabila banyak orang yang ingin berguru untuk memperdalam ajaran Islam, karena mereka yakin bahwa Agama Islam merupakan tuntunan bagi umatnya baik untuk di dunia maupun di dalam kelanggengan (akhirat).

Para santri / murid yang sudah pernah berguru pada Sunan Gunung Jati merasa terpanggil untuk ikut serta dalam penyiaran agama Islam di tanah Cirebon sesuai dengan petunjuk dan amanat yang telah ditanamkan kepada seluruh para santri-santrinya selama menimba ilmu yang begitu cukup lama.

Diantaranya para santri / murid yang berguru pada Sunan Gunung Jati, Ki Kanum dan Ki Serut merupakan murid yang dapat dipercaya untuk ikut ambil bagian dalam penyiaran Agama Islam. Hingga pada suatu saat Ki Kanum dan Ki Serut mendapat tugas untuk menyiarkan Agama Islam di wilayah timur Cirebon.

Setelah mendapat tugas yang mulia dari Sunan Gunung Jati mereka mohon diri dan mohon do’a restu untuk berangkat sesuai yang telah diamanatkan oleh Sunan Gunung Jati.

Kepergian mereka dalam pengembaraannya, dilakukan dengan rasa senang hati, walaupun harus menempuh perjalanan yang cukup jauh dan melelahkan dari hari ke hari, minggu berganti minggu bahkan bulan berganti bulan, keluar hutan masuk hutan, hingga pada suatu saat ia berada di sebuah hutan belantara yang sangat subur makmur, maka disitulah mereka lalu membuat tempat untuk berteduh, semakin lama mereka berada di tempat tersebut semakin betah, karena alam yan gegitu subur juga aliran sungai / kali yang mengalir cukup jernih airnya, lalu mereka mencoba untuk totor alas (hutan) untuk dijadikan pemukiman dan ladang mereka untuk kehidupan sehari-hari.

Meninggat ladang yang mereka garap sangat subur, sehingga hasilnyapun sangat memuaskan, sehingga lama kelamaan pemukiman tersebut banyak didatangi oleh orang-orang yang ingin mencari kehidupan baru. Kedatangan orang-orang tersebut oleh Ki Kanum dan Ki serut disambut dengan rasa senang hati sambil diajarkan cara tanam pada ladang yang ia garap. Sedangkan pada waktu lama hari mereka diajarkan tentang ajaran Agama Islam hingga larut malam.

Tentu saja dengan rasa senang hati mereka belajar di segala bidang ilmu, maka Ki Kanum dan Ki Serut dianggap orang yang berjasa karena dapat memberikan ilmu pengetahuan pada orang-orang yang masih belum mengerti.

Ki Kanum merupaka orang yang sangat sakti, juga orang yang arif dan bijaksana, didalam membimbing ia sangat Jawes dan tegas, sehingga orang merasa segan kepada Ki Kanum. Di tempat tersebut kehidupannya sangat tentram ayem tak seorangpun berani mengganggunya, walau pada masa itu banyak begal / perampok, tapi tak seorangpun yang berani mengusik ketenangan yang ada dilokasi tersebut.

Diwilaya pemukiman itu terdapat kali yang bernama Kali Ciamis, di kali tersebut dengan secara tiba-tiba menjadi suatu daratan yang dapat digunakan sebagai ladang pertanian, dls.

Ladang tersebut setelah dikelolah hasilnya sangat memuaskan, sehingga mereka semakin rajin mengelolah ladang tersebut. Sedang asyik-asyiknya ia menggarap / mencangkul, tiba-tiba diketemukan sebuah alat kesenian berupa goong, kemudian benda tersebut ia rawat dengan baik, bahkan dapat dipergunaka manakala mau mengadakan musyawara dengan memukul goong tersebut musyawara yang biasa mereka pergunakan pada waktu menerima ilmu / petunjuk-petunjuk dari Ki Kanum, sehingga tempat tersebut dinamakan Sigong.

Pada waktu sore hari menjelang Ashar banyak orang-orang yang mau mandi dan mengambil air wudlu untuk sholat Ashar, kebanyakan orang yang mandi di kali Ciamis itu adalah orang yang dianggap masih mempunyai darah biru / orang agung, sehingga kali tersebsut sampai sekarang dinamakan Kali Agung.

Lama kelamaan pemukiman tersebut berkembang dengan pesat, walaupun yang ada di daerah itu satu sama lain merupakan orang pedatang, akan tetapi ia hidup rukun dan damai, berkat bimbingan dan didikan Ki Kanum yang telah ditanamkan kepada mereka. Ki Kanum dan Ki Serut semakin lanjut usianya, hingga pada suatu saat ia dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.

Untuk melanjutkan cita-cita yang menuju masyarakat mengerti tentang ajaran Islam kepada anak cucu kita kelak dikemudian hari, maka Embah Kuwu Bagong meneruskan
Embah Kuwu Bagong merasa perlu menjalin kerjasama dengan Ki Kholil Asmanudin dari Ender, untuk merintis dan mengembangkan ajaran Islam kepada anak didiknya dengan mendirikan sebuah pesanten yang diberi nama Salafiyah yang hingga sampai saat sekarang masih berkembang di Desa Singong.

SENDE

Di kaki gunung Ciremai ada sebuah pedukuhan namanya pedukuhan Gunung Pala, disebelah selatan Lengkong yang termasuk wilayah Rajagaluh. Disitu Nyi Mawas dan seorang anaknya berada. Tentunya Nyi Mawas sayang kepada anaknya yang satu-satunya itu Kemanapun Nyi Mawas pergi selalu anaknya dibawa serta seolah-olah tidak mau lepas dengan anaknya.

Ketika anaknya menginjak masa remaja dalam hatinya mampunyai keinginan untuk mandiri dan mencari pengalaman lain diluar kehidupan sehari-harinya di Pedukuhan Gunung Pala. Diberanikannya berbicara memohon ijin kepada ibunya, tentang keingnannya itu. Akan tetapi ibunya melarang anaknya peregi meninggalkan pedukuhannya dan meninggalkan ibunya pula. Karena keinginan yang sangat kuat, maka pada suatu, tanpa pamit kepada ibunya pergilah anaknya itu meninggalkan ibunya.

Sepeninggalan anaknya, Nyi Mawas merasa kehilangan, seolah kehidupannya kosong tiada pegangan. Dengan hati gunda dicarinya anaknya itu, langkah kakinya membawahnya pergi meninggalkan Pedukuhan Gunung Pala menuju arah utara menurut kata hatinya.

Lama sudah Nyi Mawas berjalan, lupa makan juga lupa tidur, yang ada dibenaknya hanyalah bayangan anaknya, ingin rasanya segera berjumpa dengan anaknya. Dalam perjalanan dengan tenaga yang loyo dan berjalan dengan kaki tertatih-tatih dikuatkannya untuk berjalan. Karena sangat lelahnya Nyi Mawas menghentikan perjalanannya, istirahat dan “nyender” di bawah pohon serut sambil melakukan tapa. Orang-orang sekitarnya pada geger karena ada seorang wanita “nyender” berhari-hari tidak mau bangun. Dari mulut ke mulut penduduk setempat mengatakan “ ada orang nyender……, ada orang nyender……….”, maka daerah itu disebutlah Pedukuhan Sende, dari kata dasar nyender artinya bersandar. Kemudian berkembang menjadi Desa Sende, sekarang termasuk wilayah kecamatan Arjawinangun. Mata pencaharian penduduk mayoritas bertani, adapula pedagang dan sebagian pegawai.

Tanpa ada yang tahu, Nyi Mawas meninggalkan tempat istirahatnya dan meneruskan perjalanan ke arah utara, yaitu ke Sukudana Kebupaten Indramayu. Di Sukanda Nyi Mawas menemui ketenangan dalam hidupnya dan bersuamikan peduduk setempat. Mempunyai keturunan seorang putri bernama Nyi Saritem / Nyi Item. Sampai akhir hayatnya Nyi Mawas dikuburkan di Sukanada.

Adapun nama-nama Kepala Desa Sende yang diketahui :
1. Ki Martani : 1950 – 1962
2. Kadug : 1962 – 1972
3. Basari : 1972 – 1980
4. Aspilin : 1980 – 1990
5. Madkari : 1990 – 1999
6. Wira : 1999 –

PURWAWINANGUN

Kira-kira 3 km di sebelah utara pengguron Agama Islam Puser Bhumi Setana Gunung Jati terdapat Pasar Celancang yang padat dengan para pedagang dan pembeli dari bebereapa desa yang berada di wilayah kecematan Kapetakan, Kecamatan Cirebon Utara dan Kecamatan Weru. Dilewati jalur jalan raya Cirebon – Indramayu dan angkutan pedesaan Celancang – Plered.

Sebelum adanya pasar Celancang, di lokasi balai Desa Purwawinangun dulu ada pasar yang dikenal dengan sebutan Pasar Gentong. Karena disitu letak persinggahan para penjual “getak” dengan cara dipikul dari jamblang yang diantaranya barang-barang tersebut adalah gentong, anglo, celengan semar-semaran, padasan dan sebagainya, untuk dijajakan ke daerah lain.Kemudian karena terlalu padatnya dengan para pedagang dan sebelah selatan yang sekarang dikelan dengan sebutan Pasar Celancang.

Nama Celancang itu sendiri berasal dari kata “nyancang” atau tempat menambatkan perahu di Bengawan Celancang. Keterangan ini diperkuat dengan catatan peristiwa sejarah yang terjadi sekitar tahun 1415 Masehi. Saat itu telah berlabuh lebih dari seratus perahu besar dari Cina dibawah pimpinan Laksamana Cheng Hwa atau Te Ho dengan membawa sekitar 27.800 orang prajurit. Yang bermaksud membeli perbekalan yang sudah habis, seperti air dan berbagai bahan makanan sebagai bekal di perjalanan ke kerajaan Majapahit di jawa Timur. Mereka diperintahkan oleh maharaja Cina yang bergelar Yu Wang Lo ataut disebut namanya Cheng Tu dari Dinasti Ming. Kedatangan bala tentara Cina itu dikawal oleh bebereapa orang perwira dari Sumatra, yang diperintah oleh Sang Aditya Warman seorang ratu yang sejajar dengan kerajaan Majapahit.

Ratu Singapura sebagai Mangkubumi Kerajaan Sunda bernama Kyai Geng Jumjan Jati atau Kyai Geng Tapa yang merangkap pula sebagai juru labuhan atau Syah Bandar Muhara Jati. Menyambut kedatangan mereka dengan senang hati. Sang Laksamana Cheng Hwa atau Te Ho memerintahkan kepada Khung Way Ping disertai beberapa prajurit lainnya agar membuat menara laut tepanya di sebelah timur Gunung Jati. Bahwa dibuatnya menara laut agar dapat diketahui dari lautan adanya pelabuhan. Pembuatan menara laut oleh bala tentara Cina, memaksakan mereka harus tinggal semalam tujuh hari tujuh malam. Selama itu seluruh bala tentara Cina yang datang mendapat penghormatan dari Ki Juru Labuhan dengan memberikan makan dan minum, yang masih tinggal di dalam kapal juga tidak dilewatkannya. Ketika itu Maharaja Sunda telah lama bersahabat dengan Maharaja Cina. Setelah selesai pembuatan menara laut, Ki Juru Labuhan menggantinya dengan garam, terasi, beras tuton, sayur mayor dan kayu jati. Menara laut tersebut dinamai Menara Te Ho (Pangeran Arya Carbon, 1720 M, Purwaka Caruban Nagari).

Desa Perwawinangun termasuk wilayah Kecematan Kapetakan Paling selatan semula terdiri dari tiga desa yang digabungkan, yaitu Desa Kecitran, Desa Muara dan Desa Pabean diperkirakan antara tahun 1930 sampai tahun 1940. Adapun Kuwu dari ketiga desa tersebut adalah Kuwu Hamzah di Desa Kecitran, Kuwu Siwan dan Kuwu Carman di Desa Muara, Kuwu Punuk dan Kuwu Satu di Desa Pabean, Dari penggabungan ke tiga desa itu terbentuk desa yang baru dinamai Desa Purwawinangun. Purwa artinya awal dan winangun artinya membangun, jadi awal pembangunan dari masyarakat tiga desa dalam satu kesatuan. Benda peninggalan berbentuk bareng (kemuang) sebanyak dua buah sama besar terbuat dari besi dengan diameter kira-kira 20 cm, sebutannya Ki Geger dan Nyi Beser. Kedua barang tersebut disimpan di rumah kuwu yang baru.

Kacitran diambil dari nama seorang tokoh panutan masyarakat bernama Ki Citra, kemudian mengalami perubahan ucapan menjadi Kecitran. Kehidupan Ki Citra mengabdikan diri kepada Ki Ageng Mertsinga bernama P. Sukmajanegara. Karena ketulusan dalam pengabdiannya, maka Ki Ageng Mertasinga menganggap saudara sendiri kepada Ki Citra, sampai akhir hayatnya Ki Citra dimakamkan di Desa Mertasinga sekarang.

Sebelum mengabdikan diri kepada P. Sukmajanegara di Mertasinga, Ki Citra telah membangun Masjid dan Sumur Marikangen.

Disamping memberikan pendidikan Agama Islam kepada penduduk, membereikan pula keterampilan, diantaranya adalah pertukangan bangunan, mewarnai kain (celep) dengan menggunakan cara tradisional dan kesenian Terbang. Mewarnai dengan menggunakan cara tradisional yaitu menggunakan tumbahan daun ketapang muda, bila menghendaki warna merah, sedangkan bila mengiginkan warna hijau, kain itu direndam dalam lumpur, kemudian direndam pula pada larutan tumbuhan daun ketapang muda dicampur dengan tumbuhan daun ketapang kering.

Pabean aslal kata dari bea, semacam pungutan pajak bagi kapal yang berlabuh. Ketika itu telah banyak kapal dagang yang datang dari negeri lain seperti negeri Cina, Arab, Persia, India, Malaka, Tumasik, Madura, Makasar, dan Palembang. Ki Citra mempunyai saudara bernama Ki Bratayudha atau disebut pula Ki Jagayudha. Bratayudha berada di Blok Kecitaran Wetan.

Mata pencaharian masyarakat Desa Purwawinangun beragam, diantaranya adalah petani, nelayan pabela, pedagang dan ada pula pegawai. Persawahan yang ada masih bersifat tadah hujan dalam musim tanam sekali dalam setahun. Pada saat menjelang musim kemarau sebagian persawahan ditanami semangka dan pembuatan batu bata. Di Blok Pabean Wetan terdapat budidaya lele dumbo dengan jumlah balong sekitar 40 balong yang dikelola oleh 20 orang. Dan di Blok kacitra lor ada budidaya ikan hias dengan berbagai jenis ikan hias diantaranya adalah black mobil, marbel, blue siklid, nias dan sebagianya sekitar 8 jenis. Budidaya ikan hias dimulai sejak tahun 1991, pengelolahanya bernama Peri Harsono. Di Desa Purwawinangun terdapat pula sebuah Yayasan Fajar Hidayah yang menampung anak yatim piatu khususnya anak perempuan sekarang Yayasan tersebut nemampung 20 anak.
Nama-nama Kepala Desa Purwawinangun yang diketahui :
1. Carman :
2. Ralim : 1943 – 1963
3. Jabidi : 1963 – 1967
4. Taswira : 1967 – 1983
5. Darjaya (Pjs) : 1983 – 1987
6. Kaduri : 1987 – 1995
7. Suyoto : 1995 – 3002
8. Raliya, SH : 2003 – sekarang.

PRAJAWINANGUN

Pada abad ke 15 setelah dinobatkannya Syekh Syarif Hidayatullah menjadi sultan kerajaan Carbon 1 oleh Mbah Kuwu Cerbon Pangeran Cakra Buana, penyebaran ajaran Agama Islam semakin pesat, gemanya sampai terdengar di pusat pemerintahan kerajaan Padjajaran sehingga membuat gusar Prabu Siliwangi, Raja Pedjajaran. Namun tiada daya dan upaya karena yang menjadi Sultan kerajaan Islam Carbon dan sekaligus tokoh dalam penyebaran Agama Islam adalah cucunya sendiri, yaitu putra Nyi Mas Rara Santang, sedangkan Nyi Mas Rara Santang adalah putri Prabu Siliwangi dari Nyi Mas Subang Kranjang.

Melihat kenyataan ini Prabu Cakraningrat, Raja Kerajaan Galuh Pakuan, kerajaan bawahan dari Kerajaan Padjajaran amat sangat geream dan langsung memerintahkan pasukannya untuk mengadakan penyerangan untuk melumpuhkan kekuatan Kerajaan Islam Cirebon.

Mbah Kuwu Cerbon dengan ilmu kesaktiannya weruh sadurunge winara (mengetahui sebelum kejadian). Dapat memprediksi titik kelemahan dari Prabu Cakraningrat. Beliau menyarankan kepada Sunan Gungung Jati untuk memboyong putri Prabu Cakraningrat yang merupakan sekar kedaton Kerajaan Galuh Pakuan untuk dijadikan garwa sehir. Maka diperintahkanlah Ki Patih Semi untuk memboyong Sekar Kedaton Kerajaan Galuh Pakuan.

Dengan menggunakan ilmu Sirep, Ki Patih Semi berhasil masuk ke Kenyapuri (tempat kediaman putri raja tanpa di ketahui oleh siapapun termsuk pasukan Galuh Pakuan karena mereka tertidur pulas kena pangaruh ilmu Sirep Ki Patih Semi Suasana hening dan sepi tanpa seorangpun yang terjaga sehingga Ki Patih Semi dengan leluasa masuk kedalam tempat peradaan Sang Sekar Kedaton, kemudian Sang Putri berhasil diboyong oleh Ki Patih Semi.

Beberapa saat Kemudian mereka tersadar para dayang merasa terkejut melihat kenyataan di tempat tidur Sang Putri kosong Akhirnya mereka melapor ke Baginda Raja. Prabu Cakraningrat amat sangat murka mendengar laporan para dayang kemudian beliau memerintahkan seluruh pasukan Kerajaan Galuh untuk menangkap durjana yang memboyong Putri Raja.

Di luar keraton mereka menemukan sang duriana yang sedang berlari memboyong Putri Raja yang tidak lain adalah Ki Patih Semi, seorang patih kerajaan Islam Cerbon. Mereka mengepung Ki Patih Semi, maka terjadilah peperangan yang tidak seimbang antara Ki Patih Semi yang seorang diri dengan pasukan kerajaan Galuh.

Mengukur kemampuan yang ada pada dirinya dan mengangkat posisi yang tidak menguntungkan karena berperang sambil menggendong Sang Putri, maka dengan menggunakan ilmu peringan, tubuh Ki Patih Semi berlari dengan amat kencangnya, sehingga tidak dapat terkejar oleh ratusan pasukan Kerajaan Galuh.

Di perjalanan Ki Patih Semi bertemu dengan Ki Gede Suro Oleh Ki Gede Suro disarankan untuk kembali ke Kerajaan Galuh untuk menumpas pasukan Kerajaan Galuh, supaya aman dan mereka tidak akan menyerang Kerajaan Islam Cerbon.

Atas saran Ki Gede Suro, Ki Patih Semi kembali ke kereajaan Galuh, sedangkan Sang Putri di titipkan kepada Ki Gede Suro. Oleh Ki Gede Suro Putri itu di tempatkan di sebuah gubug di tengah-tengah telaga. Kemudian selanjutnya Putri itu di boyong oleh Ki Gede Suro untuk di persembahkan kepada Sultan Carbon, melewati suatu daerah. Maka daerah itu selanjutnya disebut Desa Suro Boyong (Suro=nama pelaku, boyong=memboyong putrid). Oleh masyarakat kemudian disebut Desa Srombyong.

Pada tahun 1916 semasa Pemerintahan Hindia Belanda dua desa bertetangga yakni Desa Srombyong dan Desa Blendung di marger menjadi satu desa. Pada waktu itu yang menjadi Wedana Arjawinangun adalah Wangsa Praja. Oleh Wedana nama desa tersebut diganti menjadi Prajawinangun (Praja=nama belakang wedana, Winangun=bertegas di kawedanan Arjawinangun).

Karena semakin banyak penduduknya, maka dengan pertimbangan untuk mempercepat laju pembangunan, peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan untuk pemerataan hasil-hasil pembangunan, maka pemerintah Daerah pada tahun 1983 memekarkan Desa Prajawinangun menjadi dua desa, yakni, Desa Prajawinangun Wetan dan Prajawinangun Kulon.

Nama-nama Kepala Desa Prajawinangun Wetan yang di ketahui :
1. Sarah : 1901 – 1913
2. H. Sidik : 1913 – 1916
3. Yakyah : 1916 – 1923
4. Tsabit : 1923 – 1924
5. Baleg : 1924 – 1932
6. Nursari : 1932 – 1935
7. H. Nasikin : 1935 – 1936
8. Sanyar : 1936 – 1945
9. Sokami : 1945 – 1950
10. Kadmita : 1950 – 1967
11. H. S. Maertha : 1967 – 1988
12. Djatmira : 1988 – 1999
13. Suyanto : 1999 – 2001
14. Toni : 2003

DESA PEJAMBON

Pada waktu para wali mengembangkan agama Islam di tanah Jawa khususnya di daereah Cirebon masih banyak pedukuhan-pedukuhan yang belum masuk Islam diantaranya padukuhan Dawuan dan padukuhan Pejambon.

Mendengar bahwa para wali di Cirebon menyebarkan agama Islam, akhirnya Ki Gede Dawuan mengajak Ki Gede Pejambon yang bernama Ki Marsiti untuk menyerang Cirebon. Mbah Kuwu Cirebon yang mendengar laporan bahwa Ki Gede Pejambon akan menyerang Cirebon, kemudian memerintahkan untuk Ki Sumerang yang dikenal dengan nama Ki Gede Bayulangu untuk menghadapi serangan Ki Gede Dawuan dan Ki Gede Pejambon.

Perang tandingpun tak bisa di hindari, masing-masing mengeluarkan ajian dan kesaktiannya, dan akhirnya Ki Sumerang atau Ki Gede Bayulangu mengeluarkan ajian andalannya yaitu ajian Gelap Sewu maka Ki Gede Pejambon kemudian menyerah dan bersedia masuk Islam.

Setelah Ki Gede Pejambon memeluk agama Islam, kemudian bersama-sama dengan Ki Gede lainnya membantu Mbah Kuwu Cirebon menyebarkan agama Islam. Pada akhirnya Ki Gede Pejambon meninggal di kebun (meninggal= pejah / bahasa jawa, kebun=kebon), sehingga tempat itu disebut Pejambon (pejah ning kebon), karena tersandung akar pohon labu hitam (walu ireng). Oleh karena ity sampai kini masyarakat Desa Pejambon tabu/pantang menanam labu.

Sedangkan kuburan Ki Gede Pejambon berada di komplek pemakaman Gunung Jati.
Beberapa tempat peninggalan / petilasan yang ada di desa Pejambon diantaranya :
1. Makam Ki Tataguna
2. Makam Ki Jagamangsa
3. Makam Ki Paduraksa
4. Makam Ki Patarwesa

Semuanya berbentuk makam dan lokasinya berbeda-beda. Di Desa Pejambon mempunyai adat atau tradisi yang mungkin tidak ada di temapt lain, yaitu apabila si istri di tinggal mati oleh suaminya dan kemudian si istri akan menikah lagi, maka sebelum si istri menikah, terlebih dahulu melakukan perceraian dengan almarhum suaminya layaknya orang yang masih hidup, bertempat di kuburan dan disaksikan oleh Lebe / Kaur Kersa dengan melakukan tahlilan terlebih dahulu.

Sebelum menjadi keluhuran Desa Pejambon termasuk ke dalam wilayah kecematan Cirebon Seslatan, namun pada tahun 1998 Desa Pejambon berubah status dari desa menjadi kelurahan, dan masuk kedalam wilayah kecematan Sumber.

Di kelurahan Pejambon juga terdapat sebuah bangunan atau cungkup tempat menyimpan benda-benda yang sudah berusia puluhan tahun. Cukup itu berisi patung / arca batu yang berbentuk wayang dan hewan, diantaranya patung anak putu semar, sehingga patung itu dikenal dengan nama patung SEMAR.

Lokasinya disebelah utara kantor Kelurahan Pejambon kurang lebih 300 meter dan berada dipinggir jalan raya.

Di bidang pendidikan kelurahan Pejambon memiliki :
─ Satu buah Madrasah Diniah Arrohmah
─ Dua buah Sekolah Dasar Negeri
─ Satu buah SLTP Negeri 3 Sumber

Batas-batas Kelurahan Pejambon :
─ Sebelah Utara : Desa Palir
─ Sebelah Timur : Desa Cempaka
─ Sebelah Selatan : Desa Gegunung
─ Sebelah Batar : Sungai Cipager

Nama-nama Kuwu / Kepala Desa Pejambon :
1. DURAUP (Tongkol)
2. SALIM : 1943 – 1965
3. KALIYA : 1965 – 1988
4. KASMINA : 1988 – 1997
5. SANAWI (Pejabat) : 1997 – 1998

Nama-nama Lurah di Kelurahan Pejambon :
1. Drs. MAMAT, MM : 1988 – 2000
2. Drs. HENDRA : 2000 – 2002
3. Drs. H. SUPADI : 2001 – 2002
4. SURYA : 2002 – 2003
5. Drs. R.DADANG HERYADI : 2003 –

ASAL MUASAL DESA PEGAGAN KAPETAKAN

Sebelum menjadi Desa Pegagan, wilayah ini dahulu kala terdiri dari hutan-hutan dan banyak rawa-rawanya. Karena hutan tersebut dipisahkan olah rawa-rawa dan sungai, maka Sunan Gunung Jati memberi nama wilayah itu Pulau Raja. Kemudian setelah hutan-hutan dibabad dan dibakar maka jadilah hamparan pesawahan yang sangat luas. Oleh penduduk tanah tersebut dijadikan lahan pertanian, disebut Pegagan. Maka bermukim di padukuan, sekarang Desa Dukuh. Melihat kesuburan tanah di Pegagan dan luasnya lahan yang tersedia, maka banyaklah penduduk yang berdatangan untuk ikut menggarap sawah dan ladang. Lambat laun karena banyak yang bermukim di Pegagan tersebut, maka jadilah perkampungan yang disebut kampung Pegagan, asal kata dari Pegagaan.

Untuk memimpin perkampungan yang disebut kampung tersebut, Sunan Gunung Jati menetapkan murid Mbah Kuwu Cirebon bernama Syekh Mukhamad yang berasal dari Syam dan terkenal dengan sebutan Syekh Mengger (Monggor).

Namun Ki Mengger tidak lama menjadi gegeden daerah tersebut karena ia diminta pulang oleh orang tuanya untuk menajadi pemimpin negeri Syam. Sebagai penggantinya Sunan Gunung Jati menunjuk Patih unggulannya yang bernama Ki Banjaran dengan gelar Ki Cangak Putih. Ia dibantu putrinya yang bernama Nyi Mas Ayu Kendini yang berwajah cantik, beliau rajin membantu orang tuanya dalam mengolah sawah dan juga ikut meluaskan wilayah dengan membakar hutan sehingga wilayah itu semakin luas.

Disamping itu ia juga trampil mengatur tata praja, maka tidak menghereankan apabila peran Nyi Mas Ayu Kendini semakin terkenal. Saking kagumnya penduduk terhadap Nyi Mas Ayu Kendini atas kepandaian dan kecantikannya, maka dijuluki Bidadari Dwei Nawang Wulan. Pemandian Dewi Nawang Wulan sampai sekarang masih ada di komplek makam benjaran namanya Balong Widadaren.
Wilayah kampung Pegagan sangat luas dan memanjang ke barat sampai ke wilayah Panguragan (Blok Gempol Murub), bahkan ada wilayah Pegagan yang berada di daerah simbal Cantilan Jagapura yang luasnya kurang lebih 5 hektar. Hal ini di sebabkan pembakaran hutan yang dilakukan oleh Nyi Mas Ayu Kendini yang apinya meletuk terbawa angin dan jatuh di Daerah Simbal. Sekarang Wilayah tersebut sudah resmi masuk di Wilayah Jagapura melalui musyawara antara Kuwu Pegagan dan Kuwu Jagapura.

Dengan Pimpinan Ki Ageng Putih dan Putrinya, kampung pegagan bertambah maju, tertib dan teratur, penduduknya subur makmur tidak kurang sandang pangan.
Perkampungan Pegagan mampunyai Cantilan :
1. Cantilan Dukuh
2. Cantilan Kroya

Nyi Mas Ayu Kendini terkenal bukan karena pandai mengatur tata praja dan keterampilan serta peretanian saja, tetapi juga karena kecantikannya. Sehingga banyak pemuda yang tergila-gila pada putri Sekar Kedaton Pegagan. Diantaranya yang pertama-tama datang melamar ialah Rambit, lamaran itu langsung diterima oleh Ki Benjara tanpa berunding dengan putrinya. Padahal putrinya tidak mencintainya. Saat pernikahan akan dilangsungkan, Ki Benjara serta orang-orang Pegagan sangat kaget, karena putri Sekar Kedaton ada yang menculiknya. Tentu saja R.Ambit sangat murka dan tanpa banyak tutur lagi segera lari mengejarnya.

R.Sambarasa murid Ki Ageng Jopak atau Ki Gede Kaliwedi yang baru menyelesaikan tapanya dialas jatianom, ditengah alas itu ia melihat R. Sembaga yang sedang menggendong. Nyi Mas Ayu Kendini dalam keadaan pingsan. Tentu saja hal ini menimbulkan kecurigaan pada diri R. Sambarasa. Ia meminta kepada R. Sembaga untuk menurunkan putri itu dari gendongannya, tetapi R.Sembaga untuk menolaknya, terjadilah perang tanding yang sangat seru, masing-masing mengeluarkan ilmunya. Tetapi lama kelamaan R.Sembaga merasa terdesak dan lari meninggalkan musuhnya. Kemudian R.Sambarasa menyembuhkan Nyi Mas Ayu Kendini dari pingsannya, dan diajaklah pulang ke orang tuanya di Pegagan, tetapi Nyi Mas Ayu Kendini menolaknya dan mengajak R.Sambarasa untuk pergi jauh dan menika disana. Mendengar pernyataan Nyi Mas Ayu Kendini yang tulus maka R.Sambarasa berdiam diri tidak sampai hati menolaknya. Namun pembicaraan itu terputus karena kehadiran R. Ambit yang langsung menyerangnya duduk masalahnya, tetapi R. Ambit tetap tidak percaya, hingga terjadilah perang tanding yang sangat seru, yang kedua-duanya mengeluarkan ilmu andalannya. Tetapi lama kelamaan R. Sambarasa dapat dirobohkan oleh R. Ambit dan ditendangnya ke dasar jurang. Setelah siuman R. Sambarasa menemui gurunya Ki Gede Kaliwedi.

Kembalinya Nyi Mas Ayu Kendini ke Pegagan disambut gembira oleh rakyat Pegagan, lebih lebih orang tuanya Ki Benjara.

Untuk tidak membuang waktu segera Ki Benjara melangsungkan pernikahan dengan R.Ambit. Tetapi lagi lagi mengalami kegagalan karena kehadiran Ki Ageng Jopak yang datang menuntut balas atas kekalahan R.Sambarasa muridnya, apalagi posisi muridnya adalah benar, maka tanpa banyak bicara lagi langsung Ki Ageng Jopak menyerang R.Ambit. Untunglah bon memisahkannya dalam garis penuturan bukan jodohnya tetapi jodoh R.sambarasa.

Di Keraton Kedaton, Sinuhun Gunung Jati kedatangan tamu dari tanah seberang yang maksudnya mau menjemput Ki Benjara bersama keluarganya untuk dinobatkan menjadi raja di negerinya. Mendapat permintaan itu, Sunan Gunung Jati dan Mbah Kuwu tidak bisa menolaknya. Selanjutnya Ki Benjara bersama dengan Nyi Mas Ayu Kendini dan suaminya R.Sambarasa berpamitan kepada Sunan Gunung Jati serta Mbah Kuwu Ki Cakrabuana untuk meninggalkan Pendukuhan Pegagan. Adapun untuk gegedennya Pedukuhan Pegagan diserahkan pada Syekh Magelung Sakti yang ada di Pedukuhan Karang Kendal.

Memasuki Abad 17 tepatnya tahun 1628 tentara mataram dibawah pimpinan Sultan Agung menyerang Belanda di Batavia. Serangan ini gagal, karena kekurangan makanan dan serangan penyakit malaria. Memang saat itu transportasi tidak mudah seperti sekarang, maka kegagalan ini oleh pimpinan tentara Mataram di jadikan pengalaman untuk serangan berikutnya.

Seluruh pasukan diperintahkan untuk melucuti senjatahnya dan di kumpulkan lalu di kubur berjajar dua, makanya dari Cirebon sampai Indramayu terutama Kapetakan dan Cirebon Utara hamper di setiap desa di pinggir jalan raya ada makam berjajar dua, hal ini dilakukan sesmata-mata untuk mengelabui Belanda.

Pada suatu saat kampung Pegagan dan Karang Kendal disinggahi tentara Mataram yang membaur dengan penduduk dan banyak pula yang melakukan paerkawinan dengan penduduk setempat. Mereka memilih tempat di tengah yaitu di Desa Dukuh, karena tempatnya agak sepi jauh dari jalan raya tetapi mudah menghubunginya manakala ada berita perjuangan. Rombongan ini dipimpin oleh Raden Antrawulan yang menetap di Dukuh.

Memasuki abad 18 tepatnya tahun 1808, Gubernur Jenderal Belanda Deanless merombak susunan tata praja, khususnya di tanah jawa, yaitu :
1. Raja-raja akan digaji oleh Belanda dan tidak boleh mengambil Pajak kepada masyarakat.
2. Pergantian Sultan khususnya di Cirebon dicampuri oleh Belanda.
3. Adipati yang menguasai Kadipaten diganti dengan Bupati yang menguasai Kabupaten serta dapat gaji dari Belanda.
4. Ki Gede / Ki Ageng diubah menjadi Kuwu dan medapat bengkok.

Peninggalan sesepuh Pegagan yang perlu dilestarikan adalah:
1. Ki Jati bereupa kayu jati yang telah memfosil, terletak di depan Balai desa Pegagan Kidul, yang memiliki makna hati-nati dalam mengendalikan pemerintahan.
2. Makam Tumpeng, asalnya dari buah tumpeng yang dikubur berada di sebelah utara Balai Desa Pegagan Kidul, memiliki makna dalam mengendalikan pemerintahan Desa harus lempeng dan jujur.
3. Balong Dalem, memiliki makna hendaknya berpikir yang dalam dan sabar ketika menghadapi masalah yang timbul di masyarakat. Balong Dalem ada di sebelah timur Balai Desa Pegagan Kidul.
4. Buyut Semut ada di sebelah timur Balong Dalem yang memiliki makna harus emut, eling kepada yang Maha Kuasa jangan sampai bertindak angkara murka.

Pada saat Cirebon membara sekitar tahun 1816 – 1818 yang dikenal Perang Kedodongdong, yaitu perlawanan masyarakat Cirebon terhadap penjajahn Belanda dibawah pimpinan Begus serit. Hampir seluruh kuwu yang berada di wilayah Cirebon membantu perjuangan tersebut, baik yang terang-terangan maupun yang dibawah tanah, khususnya kuwu dan masyarakat perjuangan itu, diantaranya adalah tokoh-tokoh Ki Belang, Ki Laisa, Ki Salam dan Ki Lamus (Ki Tika).

Alat yang digunakan semasa perjuangannya, yang sekarang berupa benda pusaka dan masih tersimpan oleh anak cucunya, diantaranya adalah tombok, arti yang biasa berjalan sendiri, bendera waring dan baju antakesuma.

Desa Pegagan mengalami pemekaran pada tahun 1981, menjadi Desa Pegagan Kidul dan Desa Pegagan Lor.

Adapun nama-nama Kepala Desa yang diketahui adalah Desa Pegagan Kidul, sejak tahun 1908 :

1. Ki Narpijan
2. Ki Baijan
3. Ki Laisa
4. Ki Sam
5. Ki Kasem
6. Ki Resmi
7. Ki Salam
8. Ki Kemisat
9. Ki Samad
10. Ki Silem
11. Ki Nerfan
12. Ki Akim
13. Ki Wasiem
14. Ki Sesmpit
15. Sarbinga
16. Ki Ketimpen
17. Ki Dir
18. Ki Kireja
19. Ki Kasti
20. Ki Lampar/Kiwarasesntika
21. Ki Ketimpen
22. Ki Jiyem
23. Ki Suwada
24. Ki Madrais
25. Ki Wangen
26. Ki Muna
27. Ki Lebon
28. Ki Dasnia
29. Ki Padmanegara
30. Ki Darisem
31. Ki Senjani / H.Bakri
32. Ki Darmi
33. Ki Tuba
34. Ki Kamsia
35. Ki Wardeni
36. Ki Arja
37. Ki.H Ali
38. Ki Wangsa
39. Ki Bulyamin
40. Ki Abdulah Sajan
41. Ki Sabil Supeno : – 1969
42. Ki H. Kasanah : 1969 – 1981
43. Ki H. Maksudi (Pjs) : 1981 – 1985
44. Ki H. Dasita : 1985 – 1995
45. Ki Wadira : 1995 – 2003
46. Ki Rusli : 2003 – sekarang.


Desa Pegagan Lor :
1. Ki Dalisa (Pjs) : 1981
2. Ki Dalisa : 1981 – 1993
3. Ki Rokhmat : 1993 – 2003
4. Ki Dedi Asmadi : 2003 – sekarang.

Selasa, 31 Agustus 2010

ASAL MULA DESA GUWA, CIREBON

Ki Baluran yang juga disebut Ki Arga Suta atau Syeh Madunjaya adalah salah seorang putra Pangeran Gesang, demang dari kesultanan Cirebon. Dalam pembagian tanah cakrahan milik orang tuannya yang terletak di sebelah utara perbatasan wilayah Cirebon dan Indramayu, terjadi pertentangan pendapat dengan ketiga saudaranya terutama dengan adiknya Nyi Mertasari. Kedua saudara laki-laki termasuk dirinya berpendapat bahwa anak perempuan cukup mendapat bagian tanah sebesar payung. Pendirian tersebut ditentang Nyi Mertasari, karena menurutnya pembagian tanah harus sama luas.
Untuk menyelesaikan perselisihan tersebut, Ki Kutub (Sunan Gunung Jati) mengurus Ki Panunggulan yang mengambil kebijakan dengan mengadakan sayembara yang disetujui para putra Pangeran Gesang. “Barang siapa di antara mereka dapat mendatangkan jenis-jenis hewan seisi hutan, maka tanah cakrahan ayahnya menjadi miliknya.“Secara berturut-turut keempat putra Pangeran Gesang itu mengeluarkan kesaktiannya mulai dari Ki Jagabaya, Ki Sumerang, Ki Baluran, dan terakhir Nyi Mertasari.
Sebelum dimulai adu kesaktian, Ki Baluran bersumpah tidak akan berperang dan mengadu kesaktian dengan siapa pun, manakala tidak biasa menandingi kesaktian Nyi Mertasari. Ki Baluran mengeluarkan kesaktian dengan menancapkan tongkat di atas tanah, dan tongkat itu menjelma menjadi ular yang bentuknya seperti kendang hingga dinamakan ular kendang. Nyi Mertasari menunjukan tangannya ke kiri dank e kanan dan menyebutkan jenis-jenis hewan seisi hutan, maka berdatanganlah hewan-hewan yang disebutnya itu.
Sayembara akhirnya dimenangkan Nyi Mertasari, maka sesuai dengan bunyi sayembara seluruh tanah cakrahan menjadi milik Nyi Mertasari. Namun berkat musyawarah yang ditengahi Ki Warsiki dan atas restu ki Kutub, tanah cakrahan tersebut dibagi-bagi kepada putra-putri Ki Gesang, di nama yang menentukan letak dan luas pembagian tanah adalah Nyi Mertasari.
Ki Baluran mendapat bagian tanah di sebelah barat. Mulailah Ki Baluran membabad hutan dengan cara membakarnya, maka dengan sekejap hutan menjadi lautan api, bahkan percikan apinya sampai ke tepi pantai wilayah Indramayu, tepatnya di daerah Eretan, sehingga hutan di daerah itu sebagian ikit terbakar. Lokasi tanah bekas pembakaran tersebut diakui masyarakat termasuk tanah cakrahan Ki Baluran.
Ki Baluran membangun pendukuhan dan hidup rukun damai beserta masyarakatnya.Pada suatu waktu datanglah ke pedukuhannya segerombolan perampok yang bermaksud menyatroni daerah itu. Oleh karena sumpahnya, Ki Baluran tidak mau melayani para perampok, malahan menghindar pergi beserta keluarganya di suatu tempat yang kelak disebut Desa Guwa, tanah yang dilalui Ki Baluran beserta keluarganya tiba-tiba membelah (terbuka) dan menutup / melindungi Ki Baluran beserta keluarganya, seperti bersembunyi di dalam gua.
Keluar dari gua, Ki Baluran dikejar lagi namun terus menghindar kea rah utara hingga masuk wilayah Indramayu. Ia berteduh di bawah pohon asem, oleh karena itu tempat tersebut dinamakan Pondokasem.
Gerombolan pembegal masih penasaran ingin bertarung dengan Ki Baluran, namun Ki Baluran tetap menghindari lalu bersama keluarganya pergi menuju barat disana ia hidup rukun, damai dan sejahtera menemui ketenangan. Tempat tersebut lalu dimakamkan Temuireng (ketemu pareng/menemukan sesuatu yang di kehendaki).
Ketika musim paceklik tiba, orang-orang yang akan pergi ke Pasar Darsen sering melihat seorang tua yang tiada lain Ki Baluran berada di sebuah gubug seperti sedang kelaparan. Oleh karena merasa iba, setiap pergi ke pasar mereka memberikan jagung untuk makan, sehingga lama kelamaan daerah tersebut terkenal dengan nama Tulungagung (di”tulung”dengan “jagung”).
Merasa tidak enak menjadi beban orang lain, Ki Baluran pergi menuju ke arah selatan wilaya Cirebon dan berhenti di pedukuhan Bunder. Ia mengolah sebidang tanah/sawah dan bercocok tanam, juga membuat sumur untuk sumber penghidupan. Setelah tinggal di Bunder, Ki Baluran terus memantau keadaan Guwa daerah asalnya, dengan mempergunakan tongkat yang menjelma menjadi ular kendang.
Pada zaman penjajahan Belanda, Desa Guwa pun tidak luput dari serangan tentara Belanda dan sekutunya. Masyarakat Guwa seluruhnya melarikan diri melewati sungai (kali) yang airnya sedang meluap banjir. Pada saat itu ular kendang milik Ki Baluran menjelma menjadi WOT (jembatan) untuk nambak air banjir. Tempat tersebut terkenal dengan sebutasan Tambakwot, dan hingga sekarang meski air sungai meluap, airnya tidak pernah masuk ke pekarangan penduduk.
Setelah Desa Guwa kosong ditinggal penduduknya, Ki Gede Balerante mengutus anaknya Ki Sumbang untuk menepati Guwa Keasaan itu membuat Ki Baluran tetap tinggal di Desa Bunder, tidak kembali ke Desa Guwa. Menjelang akhir hayatnya, Ki Baluran menetap di kaliwedi. Dengan demikian gingga sekarang sebagaian keturunannya berada di Kaliwedi, sedangkan penduduk Desa Guwa adalah keturunan Ki Sumbang.
Desa Guwa dimekarkan pada tahun 1982 menjadi dua desa yakni Desa Guwa Kidul dan Desa Guwa Lor. Nama-nama Kuwu/Kepala Desa Guwa yang diketahui adalah sebagai berikut.
a. Desa Guwa
1. H.Ikhsan
2. H. Idris
3. H. Rali
4. Yahya
5. H. Ramli
6. Abbas
7. Solikin
8. H. Kusnadi (Pjs)
9. H. Ramli : 1972-1980
10. H. Kusnadi (Pjs) : 1980-1982

b. Desa Guwa Lor
1. H.Mahfud : 1982-1990
2. H. Zaenuddin : 1990-1994
3. H. Imron : 1994-1998
4. Ispani (Pjs) : 1998-2001
5. Drs.Mahfud : 2001-sekarang.

c. Desa Guwa Kidul
1. H. Abdul Rosad : 1982-1986
2. A. Jawawi (Pjs) : 1986-1990
3. Kadira Effendi : 1990-1998
4. Aji Miharja (Pjs) : 1998-1999
5. Ahmad Faridi (Pjs) : 1999-2001
6. H. Bahruddin S, SPd. : 2001-sekarang.

SEJARAH DUKU PUNTANG

Pada waktu terjadi peperangan antara Mbah Kuwu Cirebon dengan Ratu Rajagakuh, pasukan Mbah Kuwu Cirebon dibagi dua kelompok. Kelompok pertama membentang ke jurusan selatan dengan maksud untuk mencegat datangnya musuh dari Rajagaluh, dan kelompok kedua ke jurusan barat untuk membuat benteng pertahanan/penghalang datangnya musuh lewat Bobos. Pendukuhan bekas pembentangan tersebut dinamakan Puntang
Di negeri seberang, Sultan Bagdad mempunyai empat orang anak yaitu Syarif Durakhman, Syarif Durkhim, Syarif Kaffi, dan Nyi Syarif bagdad. Mereka mempunyai alat kesenian berupa gembyung (terbang) namun ayahnya melarang membunyikannya, bahkan apabila dibunyikan ayahnya terus menerus memarahi mereka. Oleh karena tidak tahan dimarahi ayahnya, bersama pengikutnya keempatnya melarikan diri menuju daerah Cirebon. Pengikutnya itu terdiri dari laki-laki dan perempuan sekitar 1.200 orang ditrmpatkan di puntang.
Di antara pengikutnya tedapat dua orang yang sangat dikenal, yaitu Tuan Keli pesuruh dari bagdad, dan pangeran Ardi Kersa yang ditugaskan oleh Mbah Kuwu Cirebon sebagai penasihat Syarif Kaffi (Sayid Alwi) di patuanan. Dalam memjalankan tugasnya Pangeran Ardi ditemani oleh dua orang sepupuh Patuanan yaitu Ki Bakila dan Ki Rakila. Setelah Syarif Kaffi wafat, ia dimakamkan di Patuanan. Oleh karena dianggap meninggalkan karomah, sekarang terbukti adanya pasarean. Kampung Kramat sebelum penggabungan desa berada di Desa Dukumalang.
Pada masa pemerientahan Hindia Belanda sekitar 1912, Bupati Cirebon memutuskan untuk mengbagungkan Desa Puntang dan Desa Dukumalang diberhentikan dengan hormat dari jabatannya dan masing-masing diberikan pension berupa sawah seluas ½ bau atau 0,175 ha.
Hasil penggabungan antara DEsa Puntang dengan Desa Dukumalang dinamakan Desa Dukupuntang. “Duku” diambil dari nama depan dukumalang dan “puntang” dari Desa Puntang. Hasil pemilihan kuwu pertama terpilih Kuwu Sabda yang menjabat hingga akhir tahun 1947.
Pada tahun 1966 musyawarah took mesyarakat memutuskan untuk mengganti nama Desa Dukupuntang dengan Desa Kramat, dengan alasan nama Kramat lebih terkenal dibandingkan nama Dukupuntang. Namun karena terbentur pembiayaan, usulan penggantian nama tidak sempat diajukan kepada Mentri Dalam Negeri.

Nama-nama Kuwu/Kepala Desa Dukupuntang di antaranya :
1. Kuwu Sabda : 1917 - 1947
2. Kuwu Madi : 1948 - 1963
3. Kuwu Hudori : 1963 - 1966
4. Kuwu Abdullah Iroqie TM : 1966 - 1982
5. Kuwu Madsari (Pjs) : 1982 - 1984
6. Kuwu Abdullah Iroqie TM : 1984 - 1986
7. Kuwu H. Masrurin : 1986 - 1994
8. Kuwu Samhari (Pjs) : 1994 - 1995
9. Kuwu Masrurin : 1995 – 2003

Sabtu, 21 Agustus 2010

ASAL USUL DESA GINTUNG TENGAH

KATA PENGANTAR

Cerita rakyat adalah salah satu potensi budaya daerah yang tumbuh subur dilingkungan masyarakatnya. Cerita atau dongeng tersebut di dukung oleh beberapa sumber yang terdapat daerah tersebut .

Sehubungan cerita atau dongeng tersebut maka perlu pemilahan yang sekiranya dapat di jadikan informasi atau referensi dalam rangka penelusuran lebih lanjut baik untuk kepentingan sejarah atau pengetahuan .Oleh karena itu cerita asal -usul Desa Gintung Tengah perlu didokumentasikan sebagai reperensi atau informasi penunjang berbagai pihak yang memerlukan .

Untuk itulah kami yang tergabung dalam perguruan Thoriqoh Qodiriyah Naqsabandiyah berusaha mencoba menggali dan meluruskan cerita yang sudah ada tentang asal-usul Desa Gintung Tengah.

Adapun cara kami menelusuri cerita asal-usul Desa Gintung Tengah adalah :

I . Meditasi yaitu dengan perantara saudara :

1. Iing Sodikin bin Samira / Semirut.
2. b. Moh. Natsir bin Umar .
3. Ustad Jayadi Mukarom M. A. (Mubtadiin Al Ikhsan) bin
Bp. Saklan
4. Sebagai guru, pengawas dan sekaligus sebagai pembimbing pelakasanaan meditasi

Dengan izin dan ridho Allah kemampuan Meditasi bisa menyambung dan berdialog dengan

1. Enbah Kuwu Sangkan Cirebon
2. Syeh Syarif Hidayatullah
3. Syeh Magelung Sakti
4. Ki Buyut Memba
5. Kiai Sembung
6. Ki Ageng Sepuh Babakan KH. Abdul Khanan.

II. Naskah tertulis yang disusun oleh Chintiani Aninda Bt Darkono.

III. Tutur Tinular atau cerita yang berkembang dari mulut ke mulut.

Tentu saja hasil kerja kami ini masih jauh dari kesempurnaan, disamping ketidakmampuan kami , juga ada pesan dari ::

1. Syeh Syarif Hidayatullah;

Cerita rakyat / asal-usul Desa Gintung Tengah tidak boleh diungkap secara mendetail .Yang penting jaga kebersihan hati , iman, dan ucapan pribadi sesama warga secara lahir batin.

2. K i Ageng Sepuh Babakan KH. Abdul Khanan :

Jangan diungkap secara keseluruhan , karena akan menimbulkan perselisihan dan perpecahan antar keluarga ( anak putu )

3. Mbah Kuwu Sangkan Cirebon, Syeh Magelung Sakti, Ki Buyut Memba, dan Ki

Kiai Sembung

Pesannya hampir sama dengan yang diatas. :

Adapun penggalian cerita secara meditasi dilaksanakan di Madrasah Miftahul Muta ‘alimin Desa Gintung Tengah pada :

1. Hari Rabu tgl 30 Mei 2007 dimulai pukul 23 00 sd selesai., diikuti dan disaksikan

Oleh 25 orang.

2. Hari Kamis 31 mei 2007 dimulai pukul 23.00 sd selesai , diikuti oleh 18 orang.

3. Hari Jum”at 01 Juni 2007 dimulai pukul 23.00 sd selesai .Hanya melengkapi ( 10 orang ).

4. Hari Sabtu 02 Juni 2007 dimulai pukul 22.00 sd selesai . Hanya melengkapi ( 9 orang ).

Kami tidak menuntut lebih dari cerita ini namun kami punya harapan paling tidak kisah ini menjadi informasi berharga tentang keberadaan Desa Gintung Tengah. Kritik dan saran adalah harapan kami dan kepada pihak-pihak yang merasa mempunyai cerita lebih dan belum tertampung dalam kisah ini mohon bantuannya agar memberikan kepada kami mudah-mudahan banyak masukkan semakin baik cerita ini disusun.

Terimakasih kami sampaikan kepada segenap nara sumber dan pihak-pihak yang turut membantu hingga tertulis dan tercipta karya ini .semoga Allah swt bersama kita . Amin.



Penyusun


***************


ASAL USUL DESA GINTUNG TENGAH


Ketika sebagian besar daerah Cirebon masih tertutup hutan belantara, dan ajaran Hindu masih dianut oleh sebagian penduduk Cirebon. Maka pada saat itu pulalah Mbah Kuwu Cirebon dengan dibantu teman dan kerabatnya bersemangat menyebarkan ajaran Islam. Sambil menyebarkan agama tak lupa pula membabat hutan dan membuka pedukuhan-pedukuhan baru.

Tersebutlah nama Kyai Ageng Buyut Membah, seseorang dari Negeri Iraq, yang datang ke Indonesia karena diutus oleh ayahandanya untuk menyebarkan Agama Islam dan memperbaiki akhlaq serta aqidah Bangsa Indonesia khususnya didaerah Cirebon.

Kyai Ageng Buyut Membah, diutus oleh ayahandanya tidak langsung datang ke Tataran Cirebon, melainkan ke Pesantren Sunan Muria, dan ia berguru disana. Dipesantren itu Kyai Ageng Buyut Membah berkenalan dan bersahabat dengan keturunan Sunan Muria yang bernama Raden Jaka Pendil. Dipesantren itulah Kyai Ageng Buyut Membah mendapat nama baru yaitu Raden Suminta.

Teringat akan pesan ayahandanya yaitu untuk menyebarkan Agama Islam dan untuk memperbaiki akhlaq serta moral penduduk didaerah Cirebon yang porak poranda karena pertentangan Agama Hindu Budha dengan Agama Islam yang diajarkan oleh Mbah Kuwu Cirebon dan kawan-kawan. Kyai Ageng Buyut Membah minta izin kepada gurunya untuk pergi kedaerah Cirebon.

Bersama Raden Jaka Pendil, Kyai Ageng Buyut Membah berangkat kedaerah Cirebon. Sebelum mereka berdua berangkat, Sunan Muria memberi pesan agar keduanya dalam perjalanan, maupun sesampainya ditujuan agar tetap ngaji Sufi (Pewalian) yang ada enam macam adalah sebagai berikut:

1. Diam
2. Jangan sombong
3. Jangan ugal-ugalan
4. Melindungi orang yang lemah
5. Memperbanyak membaca Al-Qur’an
6. Jangan berbicara sembarangan, dan harus menirukan tingkah laku Sunan Muria yang tidak pernah batal wudlu.

Dalam perjalanan mereka bertemu dengan Raden Jaga Bodoh (Raden Suralaya) yang juga sedang diutus oleh ayahandanya yaitu Sunan Gunung Jati untuk membabat Alas Roban. Namun tempat pertemuan tersebut sekarang wallahu a’lam atau hilang ditelan zaman. Kemudian mereka bersama-sama melanjutkan perjalanan.

Pada tahun 1545 M mereka mulai membabat hutan disebelah barat Cirebon. Pada saat itu Raden Jaka Pendil sedang mengamalkan doa Kanzil ‘Arasy, dari do’a tersebut menjelma sebuah pusaka kayu yang berwujud keris, kayu tersebut bernama Kayu Karas (yang kemudian terkenal dengan sebutan ki Arasy ). Didalam pusaka Kayu Karas tadi terdapat qodam berupa jin muslimah dan berwujud seorang wanita. Wanita ini diberi nama Larasati ( kemudian terkanal dengan sebutan Nyi Arasy ).

Sementara itu Kyai Ageng Buyut Membah (Raden Suminta) mempunyai pusaka Weling Barong, wujudnya tongkat berkepala naga, yang qodamnya berisi macan putih yang diberi nama si Bujang, Ular Buntung, juga memiliki agem-agem merah delima, zamrud unjaman dan burung banjar petung yang qodamnya berada di telaga midang di Desa Bringin dan juga mempunyai peliharaan berupa macan Blewuk. Kyai Ageng Buyut Membah, Raden Jaka Pendil dan Raden Jaga bodoh bersama-sama membabat hutan, kayu-kayu yang bergelimpangan dan semak-semak kering dibakar hingga kobaran api menjalar kemana-mana.

Sehabis hutan di tebang mereka membenahi tempat baru tersebut, termasuk membuat sumur Pendawa. Nama pendawa hanyalah sebagai kiasan belaka tidak ada hubungan dengan pendawa lima. Kemudian orang-orang berdatangan ikut menetap didaerah baru tersebut, termasuk Ki Buyut Ipah dan Ki Buyut Rinten yang masih bersaudara dari Kyai Ageng Buyut Membah dan juga datang ikut menetap tinggal didaerah yang baru itu.

Pedukuhan terbentuk Kyai Ageng Buyut Membahlah yang jadi pemimpin, baik pemimpin agama maupun pemerintahan. Malah semakin berkembang ajaran islam setelah kedatangan Kyai Sembung (Kyai Somadullah) datang membantu.

Kyai Sembung adalah seorang tamu Kyai Ageng Buyut Membah yang datang dari desa Luga Lugina dari negara Syam (Syiria) untuk menyebarkan agama islam. Karena pada saat itu keadaan akhlak dan moral masih terlantar.

Disebuah tempat ada sebuah pohon rindang yang bunganya berbau harum, penduduk pedukuhan baru tersebut banyak dan sering menggunakan bunga harum tersebut untuk acara kendurian misalnya : acara pernikahan, khitanan, nujuh bulan dan acara-acara lainnya .

Awal terbentuknya pedukuhan baru tersebut, sampai sekarang dikenal dengan sebutan Bentuk, dan pohon yang digunakan bunganya oleh masyarakat tadi diberi nama POHON GINTUNG. Istilah Gintung dapat diartikan sebagai berikut: Gi=girang(suka,riang-gembira), In=Ingsun(saya), Tung=tungkul (betah kerasan), jadi Gintung artinya Girang Ingsun Tungkul (saya senang dan betah di daerah baru ) dan dari nama pohon inilah diabadikan menjadi nama DESA GINTUNG, yaitu pada tahun 1554 M.

Selanjutnya dibentuklah sebuah tempat pemerintahan baru yang berada ditengah-tengah dari pedukuhan tersebut, diberi nama dusun atau DESA GINTUNG TENGAH. Dengan Kyai Ageng Buyut Membah sebagai pemimpin/kuwu, dan sampai sekarang ada daerah yang masih menggunakan istilah membah adalah membah lor dan membah kidul yaitu daerah desa yang dijadikan tanah desa (bengkok dan titisarah).

Setelah pedukuhan baru terbentuk, pola-pola kehidupan ditata dan penyebaran agama islampun berkembang. Kyai Sembung, Raden Jaka Pendil dan Raden Jaga Bodoh tidak menetap di desa Gintung Tengah melainkan kembali kedaerah asalnya Negara Syiria. Salah satu kenangan untuk diingat anak cucu Gintung Tengah adalah Kyai Sembung dapat menahan petir agar warga Gintung Tengah terhindar dari serangan petir.

Dalam perkembangannya, Pohon Gintung tersebut bunganya semakin banyak yang membutuhkan oleh karena itu Kyai Ageng Buyut Membah menanam pohon gintung disebelah kidul (Cikal bakal desa Gintung Kidul ), dan disebelah lor (Cikal bakal desa Gintung Lor). Agar penduduk merasa lebih dekat untuk mengambil bunga pohon gintung tersebut.

Semakin lama pedukuhan Gintung Tengah penduduknya makin bertambah dan wilayahnya dibagi menjadi beberapa blok yaitu :

1. Blok Bentuk yang meliputi pendawa
2. Blok Pesantren
3. Blok Desa
4. Blok Sumur bata

Adapun tanah-tanah yang berada diluar Desa Gintung tengah seperti tapak bima yang berada di Desa Gintung Kidul, blok sepat (putat) yang berada di Dukumire Desa Galagamba, tanah Silado di Desa Bakung, adalah tanah-tanah yang diperoleh dari babat hutan disaat istirahat sambil memandang hasil babat hutan-hutan tadi.

Sampai sekarang masih ada tempat-tempat yang dianggap sakral / kramat oleh desa Gintung Tengah adalah sumur pendawa dan sumur bata. Keduanya adalah tempat yang katiban gaman / pusaka keris Kyai Ageng Buyut Membah kedua tempat tersebut dapat membuat siapa saja yang berada dekat dengan sumur tersebut akan merasa tenang, betah dan nyaman.

Apabila keturunanku (warga Gintung Tengah) memiliki masalah lahir dan batin Kyai Ageng Buyut Membah menganjurkan untuk mengamalkan do’a Kanjil Arays kemudian mandi diantara dua sumur tersebut dan apabila ingin mempunyai kelebihan lain(ekonomi dan lainnya) dianjurkan untuk keluar/merantau dari Desa Gintung Tengah ini,karena tidak semua kebutuhan hidup tidak semua ada disini.

Sedangkan sumur Kroya dan sumur buk hanya merupakan kias atau lambang yang berpungsi untuk peristirahatan para petani sambil berdiskusi tentang pertanian dan lainnya.

Kyai Ageng Buyut Membah mempunyai seorang istri dari keturunan Kerajaan Galuh Pakuan dan dikaruniai beberapa orang anak (yang keberadaanya tidak boleh diceritakan). Karena usianya Kyai Ageng Buyut Membah tidak sempat mempunyai seorang murid. Pada hari rabu tanggal 12 Rajab 1154 H / 1725 M Beliau wafat dan dimakamkan di Blok Pendawa,sehingga pemerintahan desa diturunkan kepada orang lain.

Sejalan dengan perkembangan pedukuhan Gintung Tengah dan sepeninggalanya para penerus dan pengganti Kyai Ageng Buyut Membah, Desa Gintung Tengah pernah dipimpin oleh Kuwu Giwang, karena kuwu Giwang tidak bisa mendengar/budeg, maka terkenal dengan sebutan Kuwu budeg, sehingga tanah-tanah yang berada diluar Desa Gintung Tengah diminta oleh masing-masing pemerintah desa setempat.

Selanjutnya nama-nama Kuwu yang memerintah di desa Gintung Tengah yang diketahui adalah sebagai berikut :


Kyai Ageng Buyut Membah (Raden Suminta)

Ki Ageng Angin-angin

Ki Ageng Salemba

Ki Ageng Marta Pura

Ki Ageng Buyut Rimba

Ki Ageng Mangun Tapa

Kuwu Giwang (Ki Budeg)

Kuwu Karta

Kuwu Sentanu

Kuwu Prapat

Kuwu Tahir

Kuwu Lampar

Kuwu Satam (1930-1937)

Kuwu Satim (1938-1945)

Kuwu Gebyar (1946-1953)

Kuwu Maskina (1954-1961)

Kuwu Kombali (1962-1981)

Kuwu Ambari (1982-1989)

Kuwu Asep Cheguh Firmansyah (1990-1998)

Pjs. Ahmad Ghoni. BA (1999-2000)

Pjs. Drs. Susilo (2000-2001)

Pjs. Taufik Kurosidi (2001)

Kuwu Rasidi Mansyur (2001-sekarang)

SUMBER : http://dneousx.blogspot.com/2009/05/sejarah-desa-gintung-tengah.html

ASAL USUL DESA BRINGIN

Desa Bringin adalah salah satu desa dalam wilayah kecamatan Ciwaringin, kabupaten daerah tingka II Cirebon Luas wilayah desa Bringin 226,478 Ha. Dengan mata pencaharian penduduk mayoritas petani, dan beragama islam.

Konon, setelah perang kedongdong berakhir, 40 orang Ki Gede yang ikut berperang akan kembali ke tempat asal masing-masing. Dalam perjalanan pulang mereka beristirahat. Mereka bernaung di bawah pohon bringin yang rindang, dan karena kelelahan mereka tertidur dengan lelapnya. Ketika mereka bangun, ada aura tanpa ujud yang mengatakan bahwa orang yang datang ke tempat itu disebut KI Gede Bringin. Orang yang pertama datang adalah Ki Gede Srangin di kenal dengan sebutan Ki Gede Bringin.

Setelah bangun dari tempat tidur itu, ke empat puluh Ki Gede merasa haus dan ingin minum. Mereka akan mencari air untuk minum namun di cegah oleh Ki Gede Srangin, kemudian ki Gede Serangin menancapkan golok jimatnya yang bernama bandawasa ke tanah. Dari tancapan golok bandawasa, tanah itu keluar air. Mereka minum untuk menghilangkan dahaganya. Tempat keluar air itu akhirnya menjadi sebuah sumur yang disebut “sumur kedokan wungu”
-Kedokan artinya telaga
- Wungu artinya bangunan (tangi – Bhs. Jawa), yaitu para Ki Gede bangun dari tidurnya.
Sumur kedokan wungu terletak di sebelah utara desa bringin yang sekarang, ± 100 meter, di dalam sumur tersebut dulunya terdapat belut putih, ikan gabus pitak, ikan lele yang hanya ada kepalanya dan duri serta ekornya saja (tanpa ada dagingnya), dan kadang-kadang muncul bulus putih yang katanya bulus itu berasal dari Telaga Remis Cikarang,

Ke empat puluh Ki Gede, yaitu Ki Gede Srangin beserta kawan-kawannya pergi ke Kedongdong untuk membuat batas tanah. Batas tanah tersebut akhirnya disebut Rajeg Kedongdong, yang sekarang membatasi wilayah Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Indramayu.

Setelah itu Ki Gede Bringin mengubur jimatnya yang bernama golok Bandawasa di Kedongdong, tempat tersebut sekarang disebut Ki Buyut Bandawasa. Kemudian ki Gede Srangin kembali ke tempat Sumur Kedokan Wungu dan disana membangun padukuhan. Padukuhan itu sekarang adalah Desa Bringin.