ASAL USUL DESA GINTUNG TENGAH
KATA PENGANTAR
Cerita rakyat adalah salah satu potensi budaya daerah yang tumbuh subur dilingkungan masyarakatnya. Cerita atau dongeng tersebut di dukung oleh beberapa sumber yang terdapat daerah tersebut .
Sehubungan cerita atau dongeng tersebut maka perlu pemilahan yang sekiranya dapat di jadikan informasi atau referensi dalam rangka penelusuran lebih lanjut baik untuk kepentingan sejarah atau pengetahuan .Oleh karena itu cerita asal -usul Desa Gintung Tengah perlu didokumentasikan sebagai reperensi atau informasi penunjang berbagai pihak yang memerlukan .
Untuk itulah kami yang tergabung dalam perguruan Thoriqoh Qodiriyah Naqsabandiyah berusaha mencoba menggali dan meluruskan cerita yang sudah ada tentang asal-usul Desa Gintung Tengah.
Adapun cara kami menelusuri cerita asal-usul Desa Gintung Tengah adalah :
I . Meditasi yaitu dengan perantara saudara :
1. Iing Sodikin bin Samira / Semirut.
2. b. Moh. Natsir bin Umar .
3. Ustad Jayadi Mukarom M. A. (Mubtadiin Al Ikhsan) bin
Bp. Saklan
4. Sebagai guru, pengawas dan sekaligus sebagai pembimbing pelakasanaan meditasi
Dengan izin dan ridho Allah kemampuan Meditasi bisa menyambung dan berdialog dengan
1. Enbah Kuwu Sangkan Cirebon
2. Syeh Syarif Hidayatullah
3. Syeh Magelung Sakti
4. Ki Buyut Memba
5. Kiai Sembung
6. Ki Ageng Sepuh Babakan KH. Abdul Khanan.
II. Naskah tertulis yang disusun oleh Chintiani Aninda Bt Darkono.
III. Tutur Tinular atau cerita yang berkembang dari mulut ke mulut.
Tentu saja hasil kerja kami ini masih jauh dari kesempurnaan, disamping ketidakmampuan kami , juga ada pesan dari ::
1. Syeh Syarif Hidayatullah;
Cerita rakyat / asal-usul Desa Gintung Tengah tidak boleh diungkap secara mendetail .Yang penting jaga kebersihan hati , iman, dan ucapan pribadi sesama warga secara lahir batin.
2. K i Ageng Sepuh Babakan KH. Abdul Khanan :
Jangan diungkap secara keseluruhan , karena akan menimbulkan perselisihan dan perpecahan antar keluarga ( anak putu )
3. Mbah Kuwu Sangkan Cirebon, Syeh Magelung Sakti, Ki Buyut Memba, dan Ki
Kiai Sembung
Pesannya hampir sama dengan yang diatas. :
Adapun penggalian cerita secara meditasi dilaksanakan di Madrasah Miftahul Muta ‘alimin Desa Gintung Tengah pada :
1. Hari Rabu tgl 30 Mei 2007 dimulai pukul 23 00 sd selesai., diikuti dan disaksikan
Oleh 25 orang.
2. Hari Kamis 31 mei 2007 dimulai pukul 23.00 sd selesai , diikuti oleh 18 orang.
3. Hari Jum”at 01 Juni 2007 dimulai pukul 23.00 sd selesai .Hanya melengkapi ( 10 orang ).
4. Hari Sabtu 02 Juni 2007 dimulai pukul 22.00 sd selesai . Hanya melengkapi ( 9 orang ).
Kami tidak menuntut lebih dari cerita ini namun kami punya harapan paling tidak kisah ini menjadi informasi berharga tentang keberadaan Desa Gintung Tengah. Kritik dan saran adalah harapan kami dan kepada pihak-pihak yang merasa mempunyai cerita lebih dan belum tertampung dalam kisah ini mohon bantuannya agar memberikan kepada kami mudah-mudahan banyak masukkan semakin baik cerita ini disusun.
Terimakasih kami sampaikan kepada segenap nara sumber dan pihak-pihak yang turut membantu hingga tertulis dan tercipta karya ini .semoga Allah swt bersama kita . Amin.
Penyusun
***************
ASAL USUL DESA GINTUNG TENGAH
Ketika sebagian besar daerah Cirebon masih tertutup hutan belantara, dan ajaran Hindu masih dianut oleh sebagian penduduk Cirebon. Maka pada saat itu pulalah Mbah Kuwu Cirebon dengan dibantu teman dan kerabatnya bersemangat menyebarkan ajaran Islam. Sambil menyebarkan agama tak lupa pula membabat hutan dan membuka pedukuhan-pedukuhan baru.
Tersebutlah nama Kyai Ageng Buyut Membah, seseorang dari Negeri Iraq, yang datang ke Indonesia karena diutus oleh ayahandanya untuk menyebarkan Agama Islam dan memperbaiki akhlaq serta aqidah Bangsa Indonesia khususnya didaerah Cirebon.
Kyai Ageng Buyut Membah, diutus oleh ayahandanya tidak langsung datang ke Tataran Cirebon, melainkan ke Pesantren Sunan Muria, dan ia berguru disana. Dipesantren itu Kyai Ageng Buyut Membah berkenalan dan bersahabat dengan keturunan Sunan Muria yang bernama Raden Jaka Pendil. Dipesantren itulah Kyai Ageng Buyut Membah mendapat nama baru yaitu Raden Suminta.
Teringat akan pesan ayahandanya yaitu untuk menyebarkan Agama Islam dan untuk memperbaiki akhlaq serta moral penduduk didaerah Cirebon yang porak poranda karena pertentangan Agama Hindu Budha dengan Agama Islam yang diajarkan oleh Mbah Kuwu Cirebon dan kawan-kawan. Kyai Ageng Buyut Membah minta izin kepada gurunya untuk pergi kedaerah Cirebon.
Bersama Raden Jaka Pendil, Kyai Ageng Buyut Membah berangkat kedaerah Cirebon. Sebelum mereka berdua berangkat, Sunan Muria memberi pesan agar keduanya dalam perjalanan, maupun sesampainya ditujuan agar tetap ngaji Sufi (Pewalian) yang ada enam macam adalah sebagai berikut:
1. Diam
2. Jangan sombong
3. Jangan ugal-ugalan
4. Melindungi orang yang lemah
5. Memperbanyak membaca Al-Qur’an
6. Jangan berbicara sembarangan, dan harus menirukan tingkah laku Sunan Muria yang tidak pernah batal wudlu.
Dalam perjalanan mereka bertemu dengan Raden Jaga Bodoh (Raden Suralaya) yang juga sedang diutus oleh ayahandanya yaitu Sunan Gunung Jati untuk membabat Alas Roban. Namun tempat pertemuan tersebut sekarang wallahu a’lam atau hilang ditelan zaman. Kemudian mereka bersama-sama melanjutkan perjalanan.
Pada tahun 1545 M mereka mulai membabat hutan disebelah barat Cirebon. Pada saat itu Raden Jaka Pendil sedang mengamalkan doa Kanzil ‘Arasy, dari do’a tersebut menjelma sebuah pusaka kayu yang berwujud keris, kayu tersebut bernama Kayu Karas (yang kemudian terkenal dengan sebutan ki Arasy ). Didalam pusaka Kayu Karas tadi terdapat qodam berupa jin muslimah dan berwujud seorang wanita. Wanita ini diberi nama Larasati ( kemudian terkanal dengan sebutan Nyi Arasy ).
Sementara itu Kyai Ageng Buyut Membah (Raden Suminta) mempunyai pusaka Weling Barong, wujudnya tongkat berkepala naga, yang qodamnya berisi macan putih yang diberi nama si Bujang, Ular Buntung, juga memiliki agem-agem merah delima, zamrud unjaman dan burung banjar petung yang qodamnya berada di telaga midang di Desa Bringin dan juga mempunyai peliharaan berupa macan Blewuk. Kyai Ageng Buyut Membah, Raden Jaka Pendil dan Raden Jaga bodoh bersama-sama membabat hutan, kayu-kayu yang bergelimpangan dan semak-semak kering dibakar hingga kobaran api menjalar kemana-mana.
Sehabis hutan di tebang mereka membenahi tempat baru tersebut, termasuk membuat sumur Pendawa. Nama pendawa hanyalah sebagai kiasan belaka tidak ada hubungan dengan pendawa lima. Kemudian orang-orang berdatangan ikut menetap didaerah baru tersebut, termasuk Ki Buyut Ipah dan Ki Buyut Rinten yang masih bersaudara dari Kyai Ageng Buyut Membah dan juga datang ikut menetap tinggal didaerah yang baru itu.
Pedukuhan terbentuk Kyai Ageng Buyut Membahlah yang jadi pemimpin, baik pemimpin agama maupun pemerintahan. Malah semakin berkembang ajaran islam setelah kedatangan Kyai Sembung (Kyai Somadullah) datang membantu.
Kyai Sembung adalah seorang tamu Kyai Ageng Buyut Membah yang datang dari desa Luga Lugina dari negara Syam (Syiria) untuk menyebarkan agama islam. Karena pada saat itu keadaan akhlak dan moral masih terlantar.
Disebuah tempat ada sebuah pohon rindang yang bunganya berbau harum, penduduk pedukuhan baru tersebut banyak dan sering menggunakan bunga harum tersebut untuk acara kendurian misalnya : acara pernikahan, khitanan, nujuh bulan dan acara-acara lainnya .
Awal terbentuknya pedukuhan baru tersebut, sampai sekarang dikenal dengan sebutan Bentuk, dan pohon yang digunakan bunganya oleh masyarakat tadi diberi nama POHON GINTUNG. Istilah Gintung dapat diartikan sebagai berikut: Gi=girang(suka,riang-gembira), In=Ingsun(saya), Tung=tungkul (betah kerasan), jadi Gintung artinya Girang Ingsun Tungkul (saya senang dan betah di daerah baru ) dan dari nama pohon inilah diabadikan menjadi nama DESA GINTUNG, yaitu pada tahun 1554 M.
Selanjutnya dibentuklah sebuah tempat pemerintahan baru yang berada ditengah-tengah dari pedukuhan tersebut, diberi nama dusun atau DESA GINTUNG TENGAH. Dengan Kyai Ageng Buyut Membah sebagai pemimpin/kuwu, dan sampai sekarang ada daerah yang masih menggunakan istilah membah adalah membah lor dan membah kidul yaitu daerah desa yang dijadikan tanah desa (bengkok dan titisarah).
Setelah pedukuhan baru terbentuk, pola-pola kehidupan ditata dan penyebaran agama islampun berkembang. Kyai Sembung, Raden Jaka Pendil dan Raden Jaga Bodoh tidak menetap di desa Gintung Tengah melainkan kembali kedaerah asalnya Negara Syiria. Salah satu kenangan untuk diingat anak cucu Gintung Tengah adalah Kyai Sembung dapat menahan petir agar warga Gintung Tengah terhindar dari serangan petir.
Dalam perkembangannya, Pohon Gintung tersebut bunganya semakin banyak yang membutuhkan oleh karena itu Kyai Ageng Buyut Membah menanam pohon gintung disebelah kidul (Cikal bakal desa Gintung Kidul ), dan disebelah lor (Cikal bakal desa Gintung Lor). Agar penduduk merasa lebih dekat untuk mengambil bunga pohon gintung tersebut.
Semakin lama pedukuhan Gintung Tengah penduduknya makin bertambah dan wilayahnya dibagi menjadi beberapa blok yaitu :
1. Blok Bentuk yang meliputi pendawa
2. Blok Pesantren
3. Blok Desa
4. Blok Sumur bata
Adapun tanah-tanah yang berada diluar Desa Gintung tengah seperti tapak bima yang berada di Desa Gintung Kidul, blok sepat (putat) yang berada di Dukumire Desa Galagamba, tanah Silado di Desa Bakung, adalah tanah-tanah yang diperoleh dari babat hutan disaat istirahat sambil memandang hasil babat hutan-hutan tadi.
Sampai sekarang masih ada tempat-tempat yang dianggap sakral / kramat oleh desa Gintung Tengah adalah sumur pendawa dan sumur bata. Keduanya adalah tempat yang katiban gaman / pusaka keris Kyai Ageng Buyut Membah kedua tempat tersebut dapat membuat siapa saja yang berada dekat dengan sumur tersebut akan merasa tenang, betah dan nyaman.
Apabila keturunanku (warga Gintung Tengah) memiliki masalah lahir dan batin Kyai Ageng Buyut Membah menganjurkan untuk mengamalkan do’a Kanjil Arays kemudian mandi diantara dua sumur tersebut dan apabila ingin mempunyai kelebihan lain(ekonomi dan lainnya) dianjurkan untuk keluar/merantau dari Desa Gintung Tengah ini,karena tidak semua kebutuhan hidup tidak semua ada disini.
Sedangkan sumur Kroya dan sumur buk hanya merupakan kias atau lambang yang berpungsi untuk peristirahatan para petani sambil berdiskusi tentang pertanian dan lainnya.
Kyai Ageng Buyut Membah mempunyai seorang istri dari keturunan Kerajaan Galuh Pakuan dan dikaruniai beberapa orang anak (yang keberadaanya tidak boleh diceritakan). Karena usianya Kyai Ageng Buyut Membah tidak sempat mempunyai seorang murid. Pada hari rabu tanggal 12 Rajab 1154 H / 1725 M Beliau wafat dan dimakamkan di Blok Pendawa,sehingga pemerintahan desa diturunkan kepada orang lain.
Sejalan dengan perkembangan pedukuhan Gintung Tengah dan sepeninggalanya para penerus dan pengganti Kyai Ageng Buyut Membah, Desa Gintung Tengah pernah dipimpin oleh Kuwu Giwang, karena kuwu Giwang tidak bisa mendengar/budeg, maka terkenal dengan sebutan Kuwu budeg, sehingga tanah-tanah yang berada diluar Desa Gintung Tengah diminta oleh masing-masing pemerintah desa setempat.
Selanjutnya nama-nama Kuwu yang memerintah di desa Gintung Tengah yang diketahui adalah sebagai berikut :
Kyai Ageng Buyut Membah (Raden Suminta)
Ki Ageng Angin-angin
Ki Ageng Salemba
Ki Ageng Marta Pura
Ki Ageng Buyut Rimba
Ki Ageng Mangun Tapa
Kuwu Giwang (Ki Budeg)
Kuwu Karta
Kuwu Sentanu
Kuwu Prapat
Kuwu Tahir
Kuwu Lampar
Kuwu Satam (1930-1937)
Kuwu Satim (1938-1945)
Kuwu Gebyar (1946-1953)
Kuwu Maskina (1954-1961)
Kuwu Kombali (1962-1981)
Kuwu Ambari (1982-1989)
Kuwu Asep Cheguh Firmansyah (1990-1998)
Pjs. Ahmad Ghoni. BA (1999-2000)
Pjs. Drs. Susilo (2000-2001)
Pjs. Taufik Kurosidi (2001)
Kuwu Rasidi Mansyur (2001-sekarang)
SUMBER : http://dneousx.blogspot.com/2009/05/sejarah-desa-gintung-tengah.html
Join The Community